Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger Indonesia

Teacher, Freelancer Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahitnya Kopi, Pahitnya Hidup??

25 Januari 2024   21:45 Diperbarui: 25 Januari 2024   22:00 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi, sumber: https://www.grid.id/read/043015708/

Seorang teman mengajak saya ke rumahnya pada suatu waktu. Di depan teras rumahnya yang teduh “terparkir” sebuah pohon mangga yang rindang. 

Basa-basi mengawali pertemuan kami ketika itu. Secangkir kopi terhidang bersama ubi goreng, sahabatnya. 

Begitulah dia mengandaikan dua jenis hidangan yang sering hadir bersama-sama itu. Tentu saja tak perlu mendapat tawaran untuk kedua kalinya, jemari saya menyeruput kopi itu lalu menjumput sepotong sahabatnya. Hmm… nikmat sekali.

Lidahku tak berhenti menari-nari memporakporandakan penganan itu dan mendorongnya masuk. Hmm… nikmat sekali. Bonus yang nikmat. Bonus? Ah, sabar… nanti akan saya beritahu.

       Baca juga: Upaya Memastikan Lingkungan Bermain yang Aman Pada Anak.

Lidah-lidah yang terbiasa dengan makanan impor biasanya akan sulit meresapi kenikmatan seperti itu. Perlu pengalaman baru untuk dapat merasakan apa yang saya rasakan ketika itu. 

Secangkir kopi saja sudah memberi kesenangan tersendiri bagi mereka yang menikmatinya. Pagi, siang, dan malam adalah saat terbaik bagi saya untuk menikmatinya. Eits…nanti dulu, ada momennya. 

Pertanyaannya: mengapa kopi itu terasa nikmat?

Dulu saya kurang menyukai kopi. Pahitnya rasa kopi, tidak mengenakkan, walau diberi tambahan gula. Rasanya aneh. 

Ketika seorang rekan kerja memberi petunjuk tentang penyajian kopi yang benar, persepsi saya berubah tentang kopi. 

Saya mulai menyukainya karena aromanya yang khas mewangi. Dia pula yang memberitahu saya “mengapa memilih kopi”. 

           Baca juga: Perbuatan Baik Akankah Ditanggapi Baik?

Hidup kita mirip seperti kopi yang dihidangkan itu. Jika pengolahan dan penyajiannya tidak tepat, maka belum tentu dapat diterima orang lain. 

Seperti kopi yang direbus bersama air putih. Air putih itu adalah pribadi yang dilahirkan polos itu. Kopi adalah pengalaman pahit yang diolah dalam pribadi. 

Jika pengalaman pahit itu tidak dikelola dengan baik, tentu akan dibuang sia-sia. 

Pengalaman pahit itu terhidang bersama pengalaman manis secukupnya, tidak banyak, hanya cukup memberi kesan manis di tengah kepahitan. 

Karena pahit itu telah diolah dalam panasnya maka aromanya menjadi wangi bukan caci maki.

Tidak banyak orang yang menyukai manisnya pengalaman entah sedikit atau banyak. Mereka memperoleh kenikmatan dan makna hidup dari pahitnya pengalaman hidupnya. 

         Baca juga: Makan Petai, Apa Manfaatnya?

Setiap orang dapat melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Hal yang perlu dipahami adalah bagaimana mereka dapat memaknai dan menikmati hidupnya dengan penuh arti dan bermanfaat bagi orang lain.

Seruput pagi, ngopi yuk …! ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun