Seorang teman mengajak saya ke rumahnya pada suatu waktu. Di depan teras rumahnya yang teduh “terparkir” sebuah pohon mangga yang rindang.
Basa-basi mengawali pertemuan kami ketika itu. Secangkir kopi terhidang bersama ubi goreng, sahabatnya.
Begitulah dia mengandaikan dua jenis hidangan yang sering hadir bersama-sama itu. Tentu saja tak perlu mendapat tawaran untuk kedua kalinya, jemari saya menyeruput kopi itu lalu menjumput sepotong sahabatnya. Hmm… nikmat sekali.
Lidahku tak berhenti menari-nari memporakporandakan penganan itu dan mendorongnya masuk. Hmm… nikmat sekali. Bonus yang nikmat. Bonus? Ah, sabar… nanti akan saya beritahu.
Baca juga: Upaya Memastikan Lingkungan Bermain yang Aman Pada Anak.
Lidah-lidah yang terbiasa dengan makanan impor biasanya akan sulit meresapi kenikmatan seperti itu. Perlu pengalaman baru untuk dapat merasakan apa yang saya rasakan ketika itu.
Secangkir kopi saja sudah memberi kesenangan tersendiri bagi mereka yang menikmatinya. Pagi, siang, dan malam adalah saat terbaik bagi saya untuk menikmatinya. Eits…nanti dulu, ada momennya.
Pertanyaannya: mengapa kopi itu terasa nikmat?
Dulu saya kurang menyukai kopi. Pahitnya rasa kopi, tidak mengenakkan, walau diberi tambahan gula. Rasanya aneh.
Ketika seorang rekan kerja memberi petunjuk tentang penyajian kopi yang benar, persepsi saya berubah tentang kopi.