Berbicara merupakan salah satu bentuk komunikasi antar manusia. Ketika berbicara, orang menyampaikan maksud dan tujuannya. Berbicara juga menjadi cara untuk mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Berbicara sebagai sarana komunikasi tentu perlu dikelola dengan baik agar maksud dan tujuan dapat tersampaikan dengan baik dan dimengerti oleh masing-masing orang yang mendengar. Pengelolaan cara berbicara ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu etika berbicara atau pengendalian lidah.
Kata 'lidah' seringkali digunakan sebagai pengganti kata 'mulut' sebagai alat untuk berbicara. Lidah menjadi sangat penting karena lidah dapat mencelakakan atau menyelamatkan.
Beberapa penafsir mengatakan bahwa pengendalian lidah adalah hal yang tidak dapat dilakukan namun sebagian lain menafsirkannya sebagai hal yang tidak mudah namun dapat dilakukan dengan hikmat dari Sang Pencipta.
Sebagian orang mempunyai tanggung jawab untuk mengajar dalam pengertian membagikan atau menyampaikan "sesuatu" kepada orang lain. Mengajar adalah kegiatan yang menuntut kompetensi dan kapasitas yang layak.
Orang yang mengajar  (pengajar) berpotensi menjadi "peramal" dalam pengertian memberikan penafsiran bebas menurut dirinya sendiri jika tidak memiliki kompetensi dan kelayakan.
Pengajar akan merasa "dihakimi" dengan lebih tegas dan mendalam daripada non-pengajar karena pengajar dianggap mengetahui tentang apa yang diajarkannya.
Inkonsistensi Lidah
Pada umumnya, orang tanpa kecuali memiliki kelemahan dalam pengendalian lidah. Pendapat pribadi ini tentu masih perlu didukung oleh penelitian yang lebih mendalam. Â
Secara pribadi berpendapat bahwa anggota tubuh yang sulit untuk dikendalikan adalah lidah. Oleh karena itu, orang-orang akan memiliki kekurangan yang sama dalam hal pengendalian lidah. Contohnya: orang yang berbicara terlalu banyak, pada suatu waktu akan keliru dalam perkataan.
Jika dipikir-pikir, tergantungnya lidah menjadi tanda kendali pada lidah. Jika diilustrasikan, lidah seperti tali kekang pada kuda. Artinya "lidah" sebagaimana dengan kuda harus dikendalikan dengan tali kekang. Ilustrasi lain misalnya kapal-kapal besar dengan kemudi yang kecil di dalamnya. Kemudi itu dikendalikan menurut kehendak jurumudi.
Kedua ilustrasi itu menjelaskan bahwa, tali kekang dan kemudi yang kecil, diperlukan agar dapat mengendalikan kuda dan kapal besar. Seperti halnya kuda dan kapal, lidah pun perlu dikendalikan karena lidah memiliki kekuatan yang besar dan mampu membuat perubahan baik dan besar. Selain itu, rRintangan yang besar pun dapat dihadapi jika lidah terkontrol dengan baik.
Sebaliknya, lidah juga mampu menghasilkan kekuatan yang merusak bagai percikan api kecil yang membakar seisi hutan. Api diandaikan sebagai kejahatan duniawi dalam konteks yang luas, seperti: ketamakan, hoax, hawa nafsu, keserakahan yang dapat 'membakar' hidup manusia.
Lidah dapat menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan. Maka, benarlah ungkapan yang mengatakan: "Janganlah mulutmu membawamu ke dalam dosa, ..."
Baca juga : Menyerah Atau Berserah
Sejak dahulu, manusia memiliki kemampuan menjinakkan berbagai hewan buas di bumi dan mengajar hewan-hewan lainnya. Manusia mampu menjinakkan singa atau harimau, dan mengajar burung untuk berbicara, serta melatih lumba-lumba dan paus.
Namun, lidah jauh lebih berbahaya dari binatang buas dan mematikan sekalipun. Lidah tak terkuasai dan jauh lebih mematikan karena lidah tidak pernah beristirahat. Lidah  mampu membuat orang mati namun tetap bernafas.
Pengendalian lidah membutuhkan kewaspadaan, usaha, dan doa, meskipun usaha-usaha ini seringkali masih kurang. Lidah mudah menerobos semua batasan dan aturan, bagai ular yang menyemburkan racunnya. Oleh karena itu, pengendalian lidah memerlukan dorongan niat dan usaha yang kuat seraya memohon pertolongan Allah.
Dalam posisinya sebagai ciptaan , manusia dapat memuji dan memuliakan Dia, Sang Pencipta, tetapi dalam seketika manusia mampu berbalik dan menghina orang lain dengan dengan perkataannya dari mulut yang sama.
Inilah ketidakkonsistenan lidah sehingga lidah sulit dipercaya. Mulut dan lidah yang sama dapat mengucapkan kebaikan dan kejahatan sekaligus. Dalam kehidupan ini, sebuah sumber air tidak akan mengeluarkan dua hal yang berbeda. Sumber air yang sama tidak akan memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama.
Hal baik akan keluar dari mulut (lidah) yang terkendali dengan baik. Sebaliknya, hal buruk akan datang dari mulut (lidah) yang tidak terkendali dengan baik.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H