Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengendalian Lidah Dalam Konteks Pengajaran (Sebuah Refleksi Pribadi)

6 Januari 2024   22:50 Diperbarui: 7 Januari 2024   16:09 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dipikir-pikir, tergantungnya lidah menjadi tanda kendali pada lidah. Jika diilustrasikan, lidah seperti tali kekang pada kuda. Artinya "lidah" sebagaimana dengan kuda harus dikendalikan dengan tali kekang. Ilustrasi lain misalnya kapal-kapal besar dengan kemudi yang kecil di dalamnya. Kemudi itu dikendalikan menurut kehendak jurumudi.

Kedua ilustrasi itu menjelaskan bahwa, tali kekang dan kemudi yang kecil, diperlukan agar dapat mengendalikan kuda dan kapal besar. Seperti halnya kuda dan kapal, lidah pun perlu dikendalikan karena lidah memiliki kekuatan yang besar dan mampu membuat perubahan baik dan besar. Selain itu, rRintangan yang besar pun dapat dihadapi jika lidah terkontrol dengan baik.

Sebaliknya, lidah juga mampu menghasilkan kekuatan yang merusak bagai percikan api kecil yang membakar seisi hutan. Api diandaikan sebagai kejahatan duniawi dalam konteks yang luas, seperti: ketamakan, hoax, hawa nafsu, keserakahan yang dapat 'membakar' hidup manusia.

Lidah dapat menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan. Maka, benarlah ungkapan yang mengatakan: "Janganlah mulutmu membawamu ke dalam dosa, ..."

Baca juga : Menyerah Atau Berserah

Sejak dahulu, manusia memiliki kemampuan menjinakkan berbagai hewan buas di bumi dan mengajar hewan-hewan lainnya. Manusia mampu menjinakkan singa atau harimau, dan mengajar burung untuk berbicara, serta melatih lumba-lumba dan paus.

Namun, lidah jauh lebih berbahaya dari binatang buas dan mematikan sekalipun. Lidah tak terkuasai dan jauh lebih mematikan karena lidah tidak pernah beristirahat. Lidah  mampu membuat orang mati namun tetap bernafas.

Pengendalian lidah membutuhkan kewaspadaan, usaha, dan doa, meskipun usaha-usaha ini seringkali masih kurang. Lidah mudah menerobos semua batasan dan aturan, bagai ular yang menyemburkan racunnya. Oleh karena itu, pengendalian lidah memerlukan dorongan niat dan usaha yang kuat seraya memohon pertolongan Allah.

Dalam posisinya sebagai ciptaan , manusia dapat memuji dan memuliakan Dia, Sang Pencipta, tetapi dalam seketika manusia mampu berbalik dan menghina orang lain dengan dengan perkataannya dari mulut yang sama.

Inilah ketidakkonsistenan lidah sehingga lidah sulit dipercaya. Mulut dan lidah yang sama dapat mengucapkan kebaikan dan kejahatan sekaligus. Dalam kehidupan ini, sebuah sumber air tidak akan mengeluarkan dua hal yang berbeda. Sumber air yang sama tidak akan memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama.

Hal baik akan keluar dari mulut (lidah) yang terkendali dengan baik. Sebaliknya, hal buruk akan datang dari mulut (lidah) yang tidak terkendali dengan baik.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun