Jokpin cerdas mengulik peristiwa biasa menjadi narasi yang menotok-notok imajinasi, untuk diksi, secara pribadi, saya lebih menyukai kumpulan-kumpulannya yang masih stensilan, diedarkan sendiri di lingkungan kampusnya masa itu (sebelum 1989) – kegigihan bergulat dengan puisi secara serius, akhirnya diapresiasi dunia dengan penghargaan-penghargaan yang memang layak diterimanya.
Cobalah menyimak ”Kebun Hujan” yang ditulis 2001, titik-titik air yang membeku dan berjatuhan itu diuliknya menjadi:
Air mataku berkilauan
di bangkai-bangkai hujan
dan matahari menguburkan
mayat-mayat hujan.
Selanjutnya, rasakan permainan kata-kata yang menggelikan pada ”Lupa” (2003) ini, logika kita akan meloncat ke sana ke mari:
Musuh utama lupa ialah kapan. Teman terbaik lupa
ialah kapan-kapan. Kapan dan kapan-kapan ternyata
sering kompak juga.
Ada sebagian puisinya yang nakal, tetapi mengejutkan daya imajinasi kita, karena tiba-tiba berbelok arah dari alur yang ada dalam pemikiran biasa: