Mohon tunggu...
Kris Ibu
Kris Ibu Mohon Tunggu... Penulis - Sementara bergulat

Mulailah dengan kata. Sebab, pada mulanya adalah kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari "Merdeka Belajar" menuju "Belajar Merdeka"

26 Agustus 2021   17:54 Diperbarui: 26 Agustus 2021   17:57 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Kemendikbud 

Membincangkan "Merdeka Belajar"

Satu hal yang pasti dalam dunia pendidikan di negeri ini adalah setiap pergantian menteri pendidikan, selalu saja ada celah pergantian atau revisi kurikulum atau perubahan kebijakan pendidikan. Hal ini tentu bernilai positif yakni pendidikan selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan perkataan lain, pendidikan selalu membaarui diri di tengah perubahan zaman.

Namun, satu hal yang tak bisa dielakkan yakni kesulitan sekolah-sekolah yang berada di daerah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Sekolah ini memiliki infrastruktur yang kurang mendukung (seperti jaringan internet yang sulit), skill dari para guru untuk menguasai teknologi masih lemah, dan berbagai litani penderitaan lainnya. Akibatnya, info ter-update dari dunia pendidikan sulit diperoleh.

Membincangkan program Merdeka Belajar berarti menimbang sisi kelebihan dan kekurangan dari program itu sendiri. Pertama, kelebihan. Kelebihan dari program Merdeka Belajar adalah kualitas sumber daya manusia kita akan meningkat. Hal ini dikarenakan setiap siswa diberi ruang yang cukup untuk melihat sebuah fenomena dan mencoba mendiskusikannya secara lebih mendalam. Fenomena yang ditampilkan pun sesuai konteks dan keadaan siswa.

Siswa diberi kesempatan untuk bernalar menggunakan bahasa yang baik dan bernalar menggunakan Matematika yang dikuasai. Hasilnya, potensi siswa di kelas menjadi berkembang. Selain itu, potensi guru pun muncul. Guru menjadi kreatif dan berinovasi dalam proses pembelajaran karena tidak berada dalam tekanan administrasi pendidikan. Melalui penyederhanaan peraturan kependidikan, beban guru untuk menyusun RPP, pengembangan silabus, penyusunan program semester, dan sebagainya menjadi ringan.

Kedua, kekurangan. Dilansir dari detik.com (19/12/19) Zainuddin Maliki, anggota komisi X dari Fraksi PAN DPR mengkritik 4 program Merdeka Belajar dari Kemdikbud. Menurutnya, program itu tidak urut atau lompat-lompat. Urutan program yang dikeluarkan Kemdikbud, yakni USBN, UN, RPP, dan PPDB sistem zonasi. Padahal, menurutnya, yang pertama mestinya PPDB sistem zonasi, RPP (sebagai proses), USBN dan UN (sebagai hasil evaluasi). Ia juga menegaskan bahwa pemerintah mesti meletakkan konteks pendidikan yang utuh.

Selain itu, dengan mengganti atau merevisi kurikulum dan kebijakan pendidikan, guru mengalami kewalahan untuk menyesuaikan dirinya.

Opsi Solutif

Doni Koesoema dalam artikelnya menulis demikian: "Sebelum merdeka belajar, guru perlu belajar merdeka terlebih dahulu" (Kompas, 25/2/20).

Pernyataan ini menjadi semacam alarm yang menghentak kesadaran para guru untuk merenungkan sejauh mana relevansi konsep Merdeka Belajar yang dikeluarkan Mendikbud bagi guru dalam proses pembelajaran. Penulis menawarkan opsi solutif sebagai berikut.

Pertama, guru mesti belajar merdeka lebih dahulu dari cara mengajar yang konvensional. Guru mesti mencari referensi terkait bagaimana memfasilitasi pembelajaran yg berpusat pada siswa. Pemberlakuan metode ceramah dan monolog dari guru mesti ditinggalkan. Mengenai hal ini, P. Ratu Ile Tokan dalam bukunya, Manajemen Penelitian Guru untuk Pendidikan Bermutu, menegaskan bahwa pemberlakuan metode ceramah dalam pembelajaran akan mendapat tantangan karena ketidakberdayaan metode itu dalam membangun berbagai kompetensi  atau kecerdasan siswa secara simultan. Maka, metode tersebut mesti ditinggalkan dan diganti dengan metode pembelajaran lain, seperti diskusi, metode eksperimen, dan lain sebagainya (P. Ratu Ile Tokan, 2016: hlm. 266).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun