Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memaknai SDGs Melalui Social Business Enterprise

12 Juni 2021   09:17 Diperbarui: 19 April 2022   18:50 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi social business enterprice (sumber Freepik.com)

Ada 90% responden seluruh dunia yang berharap perusahaan dapat menanamkan program Sustainable Development Goals (SDGs) ke dalam strategi bisnis.

Demikian berdasarkan laporan bertajuk " Make it your Business: Engaging with SDGs" yang di rilis berkaitan dengan ratifikasi program SDGs oleh 193 negara yang merupakan anggota PBB. Bertempat di New York pada September 2015. Indonesia diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan turut menanda tangani agenda SDGs. 

Jusup Kalla pada SDG Summit 2019 di New York (sumber Kemenlu.co.id)
Jusup Kalla pada SDG Summit 2019 di New York (sumber Kemenlu.co.id)

Pengertian SDGs

SDGs merupakan seperangkat program dan target yang ditujukan kepada negara-negara di seluruh dunia. Mempunyai visi yang sama yaitu pembangunan berkelanjutan. SDGs berisi 17 tujuan dan ada 169 target yang berupa rencana aksi secara global hingga tahun 2030. Ke 17 tujuan itu antara lain pengentasan kemiskinan, kelaparan, hidup sehat, pendidikan berkualitas, air bersih dan energi bersih.

Program SDGs merupakan pembaruan dari Millenium Development Goals (MDGs). Namun SDGs dirancang dengan melibatkan seluruh pelaku pembangunan baik pemerintah maupun swasta, CSO (Civil Society Organization), kalangan bisnis dan akademisi.

Peran Pemerintah

Menurut Charles Vincent, Presiden Direktur PwC Consulting Indonesia keberhasilan program SDGs ditentukan berbagai indikator, maka dibutuhkan kolaborasi para pemangku kepentingan. Interaksi dan komunikasi secara terus-menerus mengenai implementasi yang telah dilakukan dan nilai-nilai yang telah di wujudkan.

Sedangkan menurut Douglas Broderict dari United Nations Resident Coordinator menyarankan Indonesia harus mempunyai gambaran besar tentang tujuan dan cita-cita bangsa. Implementasi good governance harus kuat untuk menopang cita-cita itu. Selain itu penggunaan data dan sosial media perlu ditingkatkan untuk melakukan sosialisasi.

Strategi Pemerintah

Direktur Politik Luar Negeri dan Kerja sama Pembangunan Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Dr. Ir. Wisnu Utomo, MSc mengatakan setidaknya ada 3 strategi pemerintah dalam mendukung program SDGs.

Pertama, adanya kemauan politik dari para aktor negara maupun non negara seperti LSM, pebisnis dan akademisi. Mengingat tujuan dan target SDGs yang cukup besar.

Kedua, adanya basis hukum yang dapat dipergunakan sebagai payung hukum pelaksanaan SDGs. Di Indonesia diatur dalam Perpres No. 59 ahun 2017 mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Ketiga, upaya harmonisasi tujuan-tujuan sesuai dengan target. Karena tujuan satu akan berkaitan dengan tujuan-tujuan lainnya. Kemitraan menjadi salah satu strategi dalam mewujudkan TPB secara efektif dan efisien.

Social Business Enterprise (SBE) sebagai Perwujudan SDGs

Bagaimana respons dari dunia usaha dalam melaksanakan program tersebut. Banyak perusahaan saat ini yang telah melakukan program CSR (Corporate Social Responsibility) dan green business secara berkelanjutan.

Adalah Muhammad Yunus seorang bankir dari Bangladesh yang sukses mengembangkan kredit mikro untuk usahawan miskin dan mendirikan Grameen Bank, yang mengenalkan istilah Social Business Entreprise (SBE).

Muhammad Yunus dan nasabah (sumber Grameen Bank 2006 dalam Sharifnatheir.medium.com)
Muhammad Yunus dan nasabah (sumber Grameen Bank 2006 dalam Sharifnatheir.medium.com)

SBE menggambarkan sebuah perusahaan yang dalam aktivitasnya mencari laba, namun juga memengaruhi masyarakat di sekitar secara positif. Dengan kata lain sebuah ide bisnis yang menggabungkan antara konsep bisnis untuk mendapatkan keuntungan dan juga berperan membantu masyarakat.

Salah satu lembaga yang mendukung SBE adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank pelat merah ini concern kepada rakyat kecil dengan memberikan pinjaman mikro. BRI memiliki 30 juta penabung di seantero Nusantara.

BRI diperkirakan sebagai lembaga perbankan mikro terbesar di dunia. Sebanyak 30 juta debitur ini diharapkan dapat menjadi social entrepreneur yang akan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.

Menurut Philip Kotler, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setyawan dalam bukunya Marketing 3.0 menyebutkan ada 3 ukuran yang digunakan untuk mengetahui kesuksesan SBE:

  • Stretches Disposable Income

Sebuah SBE dapat disebut sebagai Stretches Disposable Income adalah perusahaan yang menyediakan barang dengan harga murah, hal ini bertujuan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah. Contohnya Holcim Sri Langka membuat program House for Life, menawarkan solusi rumah dengan harga murah.

  • Expands Disposable Income

Sebuah SBE disebut dengan Expands Disposable Income jika perusahaan menyediakan produk yang tadinya tidak tersedia untuk konsumen berpenghasilan rendah. Contohnya penyediaan laptop XO yang dikembangkan Nicholas Negroponte untuk anak-anak di negara berkembang.

  • Increases Disposable Income

Sebuah SBE disebut Increases Disposable Income dengan cara perusahaan mendorong pertumbuhan ekonomi pada masyarakat underserved atau kurang terlayani. Contohnya adalah proyek Shakti dari Hindustan Lever yang mempekerjakan ribuan wanita dari kalangan miskin sebagai tenaga penjualan. Dampaknya produk dapat masuk ke pedesaan dan para wanita miskin mendapatkan disposable income.

***

Strategi yang dijalankan suatu SBE dibandingkan dengan perusahaan pada umumnya berbeda. Di sini dibutuhkan kesadaran dari pemilik bisnis akan pentingnya kepedulian sosial kepada lingkungan.

Di satu sisi perusahaan mencari profit, namun secara bersamaan ia juga menolong masyarakat kurang mampu. Bisnis yang dijalankan dengan cara mengambil margin keuntungan yang tidak besar tetapi dalam volume penjualan besar.

Pemilik bisnis yang ingin menerapkan SBE harus bisa mencari mitra yang dapat mendukung tujuan bisnis. Visi dan misi SBE menjadi spirit para karyawan dan di sosialisasikan kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat.

Perusahaan dapat memasarkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu, memberikan edukasi dan dapat melibatkan mereka menjadi bagian organisasi.

Salah satu keberhasilan SBE dengan melibatkan endorsement dalam memasarkan produk, bisa komunitas, tokoh masyarakat, pemuka agama dan akademisi. Hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat kurang mampu yang cenderung mempercayai para tokoh. (KB)

Rujukan:

  • PwC.com
  • Fisip.upnvj.ac.id
  • Ui.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun