Tumbang-nya rezim orde baru setelah 32 tahun berkuasa. Memunculkan era reformasi yang ditandai dengan kebebasan berpendapat dan berkumpul di muka umum.
Praktis presiden yang berkuasa pada masa reformasi dari BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY sampai Jokowi tidak bisa dihindari diwarnai dengan kritik bahkan demonstrasi yang dilakukan oleh oposisi maupun lawan politiknya.
Kritik yang disampaikan pasti mempunyai metode yang berbeda, bisa dengan cara menyerang pemerintah dengan melibatkan massa agar terkesan pemerintah tidak mampu mengelola bangsa, sementara pihak pengkritik di kesankan lebih mampu.
Namun kritik sebenarnya dapat disampaikan melalui dialog atau diskusi, yang diakhiri dengan kesimpulan berisi solusi-solusi atas suatu masalah.
Rasa-rasanya pilihan yang kedua mencerminkan orang yang beradab dan berbudaya. Kritik di sampaikan dengan santun dan bertujuan untuk memberikan masukan yang komprehensif.
Beberapa bulan yang lalu ekonom senior Rizal Ramli melakukan kritik tajam kepada pemerintahan Jokowi, rupa-rupanya Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meradang dan menantang Rizal untuk berdebat, sayang peristiwa langka yang ditunggu khalayak tersebut batal karena sesuatu hal.
Deklarasi KAMI
Pada (18/08/2020) satu hari bangsa Indonesia Memperingati Kemerdekaan RI ke-75 telah terjadi Deklarasi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang di gagas oleh mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. Bertempat di Lapangan Tugu Proklamasi -- Menteng -- Jakarta Pusat yang dihadiri para tokoh diantaranya Gatot Nurmantyo, Rocky Gerung, Ichsanuddin Noorsy, Refly Harun, Said Didu dan MS Kaban.
Mereka menyerukan delapan butir tuntutan antara lain, mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD, dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara. Menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Dan menuntut pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi.
Mencermati deklarasi KAMI yang merupakan gerakan moral rakyat Indonesia, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian :
1. Momentum yang kurang tepat, di saat ibu pertiwi prihatin di dera pandemi yang tak kunjung selesai, bumi ini belum kering oleh tangisan keluarga korban Covid-19. Dan juga di tengah-tengah bangsa yang sedang merayakan kemerdekaan ke-75 dengan segala keterbatasan karena aturan protokol kesehatan. Tidak bisakah menunggu setelah wabah Corona berakhir?
2. Seandainya memang sudah tidak tahan apakah tidak bisa disampaikan secara santun, misalnya dari KAMI melakukan kajian dan hasilnya disampaikan kepada pemerintah. Atau bisa saja berdiskusi bersama antara KAMI dan wakil pemerintah.
3. Kalau melihat singkatan dari KAMI, ada kata 'Menyelamatkan' apakah bangsa ini sedang berada dalam kehancuran? Dasarnya apa? Tentu akan menjai perdebatan panjang antara yang pro dan kontra.
4. Kelompok ini ada kemungkinan mempunyai agenda tersembunyi tidak hanya sebatas gerakan moral, melihat penentuan waktu deklarasi, isi tuntutan dan metode deklarasi.
5. Salah satu butir tuntutan adalah menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Tetapi para tokoh dan masyarakat yang hadir dalam deklarasi tidak memberikan keteladanan dan melanggar protokol kesehatan. Mereka berkumpul dengan tidak memperhatikan pembatasan jarak dan tidak semua memakai masker.
Dalam perkembangannya duta besar Palestina untuk Indonesia Zulhair al-Shun melakukan klarifikasi bahwa kehadirannya pada deklarasi KAMI adalah :
Kami ingin menegaskan bahwa partisipasi kami berdasarkan pada pemahaman bahwa acara tersebut adalah acara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia dan bukan yang lainnya. Kehadiran kami di acara tersebut hanya berlangsung selama 5 menit, ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yang itu adalah sesuatu yang sakral bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian juga yang ramai diberitakan media dengan kehadiran pasangan Meutia Farida Hatta dan Sri Edi Swasono -- guru besar ekonomi Universitas Indonesia, memberikan klarifikasi bahwa kehadirannya karena diminta membacakan teks proklamasi. Tidak lebih karena dirinya adalah anak dari proklamator Bung Hatta.
Dua klarifikasi dari dua tokoh yang hadir menandakan kurangnya komunikasi dan transparansi antara pihak KAMI dengan tokoh yang diundang, karena kelalaian atau kesengajaan, hanya Tuhan yang tahu.Â
Dalam klarifikasi tersebut secara implisit mereka tidak paham secara lengkap konsep acara deklarasi KAMI dan merasa di kelabuhi. Menjadi bias manakala acara deklarasi hanya terpaut satu hari dari perayaan kemerdekaan RI ke-75, seolah-olah deklarasi menjadi bagian dari perayaan kemerdekaan.
Melihat barisan tokoh-tokoh yang hadir sepertinya masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Apakah seorang Din Syamsuddin kecewa dengan diangkatnya Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden, karena sebelumnya sempat di gadang-gadang menjadi calon wakil presiden mewakili umat Muslim dan Muhammadiyah?
Atau Gatot Nurmantyo yang sempat disebut-sebut menjadi calon presiden atau wakil berhadapan dengan Joko Widodo pada Pilpres 2019 lalu. Bisa jadi mereka berdua menyiapkan karpet untuk menuju panggung Pilpres 2024. Mencari simpati partai politik agar mendekati dan mengusungnya sebagai Capres atau Cawapres 2024.
Kris Banarto, 22 Agustus 2020
Â
 Rujukan :
- https://news.detik.com/berita/d-5139035/klarifikasi-lengkap-dubes-palestina-soal-hadir-di-deklarasi-kami
- https://news.detik.com/berita/d-5140140/penjelasan-meutia-hatta-soal-kehadirannya-di-acara-kami
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H