Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (Deepublish, 2021). Ketika Kita Harus Memilih (Gunung Sopai, 2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (Deepublish, 2022). Merajut Keabadian (Bintang Semesta Media, 2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (Deepublish, 2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Wajib Dibaca Marketing: Mengenal Perilaku Konsumen

19 April 2020   07:22 Diperbarui: 14 Januari 2021   11:03 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Pexels.com

Pemasaran di abad ke-21 adalah bagian seni dan bagian ilmu pengetahuan, dan kedua belah pihak menempatkan peran penting dalam pemasaran yang sukses. 

Ekspresi kreatif mengembangkan marketing campaign yang menarik perhatian dan menangkap imajinasi, tetapi di balik setiap strategi pemasaran terdapat teori yang berakar kuat dalam psikologi, ekonomi, dan studi dalam perilaku manusia.

Wawasan ilmiah membantu para pemasar merancang campaign yang berbicara dengan keprihatinan mendasar dan keinginan konsumen mereka, yang sangat memperdalam dampak materi pemasaran.

Di jantung studi ilmiah pemasaran adalah wawasan kunci tentang perilaku konsumen, atau mengapa konsumen membeli dan bertindak seperti yang mereka lakukan.

Teori Consumer Behavior (perilaku konsumen)  membahas masalah-masalah penting, seperti bagaimana konsumen membeli sebagai individu versus bagaimana mereka membeli dalam kelompok, peran emosi dalam keputusan pembelian, sikap pasca-pembelian, dan peran utilitas objek.

Memahami masalah ini meningkatkan efektivitas campaign pemasaran dan dampaknya terhadap konsumen.

Untuk menentukan perilaku konsumen, pemasar menggunakan banyak model perilaku konsumen.

Theory of Reasoned Action

Dibuat oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen pada akhir 1960-an, Theory of Reasoned Action memusatkan analisisnya pada pentingnya sikap yang sudah ada sebelumnya dalam proses pengambilan keputusan.

Inti dari teori ini menyatakan bahwa konsumen bertindak berdasarkan perilaku berdasarkan pada niat mereka untuk menciptakan atau menerima hasil tertentu. Dalam analisis ini, konsumen adalah aktor rasional yang memilih untuk bertindak demi kepentingan terbaik mereka.

Menurut teori tersebut, kekhususan sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Seorang konsumen hanya mengambil tindakan spesifik ketika ada hasil yang sama-sama spesifik yang diharapkan.

Dari saat konsumen memutuskan untuk bertindak sampai waktu tindakan selesai, konsumen tetap memiliki kemampuan untuk mengubah pikirannya dan memutuskan tindakan yang berbeda.

Pemasar dapat belajar beberapa pelajaran dari Theory of Reasoned Action.

  • Ketika memasarkan suatu produk kepada konsumen, pemasar harus mengaitkan pembelian dengan hasil positif, dan hasil itu harus spesifik.
  • Teori ini menyoroti pentingnya menggerakkan konsumen melalui jalur penjualan. Pemasar harus memahami bahwa jeda panjang antara niat awal dan penyelesaian tindakan memungkinkan konsumen banyak waktu untuk berbicara sendiri tentang pembelian atau mempertanyakan hasil dari pembelian.

Theory of Engel, Kollet, Blackwell (EKB)

Theory EKB memperluas Theory of Reactioned Action, dan menjabarkan proses lima langkah yang digunakan konsumen saat melakukan pembelian.

1. Masukan  ketika konsumen menyerap sebagian besar materi pemasaran yang mereka lihat di televisi, koran atau media daring.

2. Setelah konsumen mengumpulkan data, ia bergerak ke pemrosesan informasi, konsumen membandingkan masukan dengan pengalaman dan harapan masa lalu.

3. Konsumen pindah ke tahap pengambilan keputusan setelah periode pemikiran, memilih untuk melakukan pembelian berdasarkan wawasan rasional.

4. Konsumen dipengaruhi dalam fase pengambilan keputusan oleh variabel proses dan pengaruh eksternal, termasuk bagaimana konsumen membayangkan dirinya sendiri setelah melakukan pembelian.

5. Di bawah teori EKB, pemasar memiliki dua periode yaitu masukan mereka adalah yang paling berharga. Selama tahap informasi awal, pemasar harus memberi konsumen informasi yang cukup tentang produk untuk mengarahkan konsumen agar produk perusahaan tetap dalam pertimbangan untuk pembelian.

Pemasaran menjadi faktor lagi dalam fase pengaruh eksternal. Brand gaya hidup sangat baik dalam menanamkan keinginan pada konsumen untuk melihat atau merasakan cara tertentu dengan produk, bahkan jika brand product tidak berbeda secara fundamental dari pesaing.

Theory of Motivation-Need

Abraham Maslow mengedepankan hierarki kebutuhannya pada tahun 1943, mengirimkan efek riuh melalui seluruh komunitas psikologis. Di bawah teorinya, orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan mereka berdasarkan sistem prioritas lima bagian.

Kebutuhan meliputi, dalam urutan kepentingan: physiological  needs, safety needs, love & belonging needs, esteem needs dan actualization needs.

Sekolah bisnis dan kelas pemasaran mengadaptasi teori Maslow untuk menjelaskan kebutuhan untuk menyesuaikan pesan pemasaran kepada konsumen dengan cara tertentu.

Marketing campaign yang sukses tidak hanya membawa kesadaran pada suatu produk tetapi juga membangun tempatnya di suatu tempat berdasarkan hierarki kebutuhan.

Konsumen termotivasi untuk memprioritaskan pembelian pada dasar hierarki, sehingga sangat penting bagi perusahaan untuk menyusun pesan yang menanamkan rasa kebutuhan atau urgensi pada konsumen.

Pemasar dapat menggunakan teori motivasi kebutuhan dengan sangat efektif dengan menciptakan kebutuhan buatan bagi konsumen.

Theory of Hawkins Stern Impulse Buying

Sementara banyak teori perilaku konsumen fokus pada tindakan rasional, Hawkins Stern sangat percaya pada gagasan perilaku impulsif. Stern berpendapat bahwa impuls/rangsangan pembelian yang tiba-tiba cocok dengan keputusan pembelian rasional untuk melukiskan gambaran lengkap dari konsumen rata-rata.

Pembelian impulsif sebagian besar didorong oleh rangsangan eksternal dan hampir tidak memiliki hubungan dengan pengambilan keputusan tradisional.

Stern membuat empat kategori pembelian impulsif.

1. Pembelian impuls murni, seperti display permen, minuman dan snack di dekat kasir supermarket.

2. Konsumen membuat pembelian impuls yang diingatkan, seperti menempatkan pajangan bingkisan buah di area display buah-buahan & sayuran segar.

3. Pembelian impulsif yang disarankan, seperti pemberian garansi untuk perangkat elektronik.

4. Konsumen membuat keputusan impuls yang terencana, di mana mereka tahu mereka ingin membeli suatu produk, tetapi tidak yakin dengan spesifiknya, misalnya konsumen membeli smarphone.

Teori pembelian impuls menghadirkan lautan peluang bagi pemasar. Setiap aspek suatu produk, mulai dari cara pengemasan menarik perhatian hingga cara produk ditampilkan di toko, berdampak pada kontrol impuls konsumen.

Teori perilaku konsumen memprediksi bagaimana konsumen membuat keputusan pembelian dan menunjukkan kepada pemasar cara terbaik untuk memanfaatkan perilaku yang dapat diprediksi.

Meskipun pembelian impulsif adalah bagian penting dari pola pembelian konsumen, proses pengambilan keputusan yang rasional mendominasi perilaku konsumen dan mempengaruhi teori pemasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun