Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tantangan Prabowo 5 Tahun Kedepan

20 Oktober 2024   18:10 Diperbarui: 20 Oktober 2024   18:10 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tantangan Prabowo 5 Tahun ke Depan  

Hari ini, 20 Oktober 2024, adalah hari bersejarah. Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik.Indonesia ke delapan.

Selain gegap gempita, euphoria dari para pendukung Prabowo dan para Menteri yang terpilih yang sudah membayangkan akan menerima segala macam kue lezat fasilitas jabatan, sebenarnya ada amanah besar dan amat berat yang menunggu. Mampukah pemerintahan ini membawa bangsa ini pada kemakmuran dan kesejahteraan?


Setiap pemerintahan di Indonesia selalu menghadapi tantangan besar, dan masa depan pemerintahan Prabowo Subianto tidak akan berbeda. Dari masalah korupsi yang kronis hingga kesulitan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, Prabowo akan dihadapkan pada ujian berat untuk mewujudkan janji-janjinya. Namun, apakah ia mampu mengatasi semua ini?

Korupsi: Hantu yang Tak Kunjung Pergi

Salah satu masalah terbesar yang akan dihadapi Prabowo adalah korupsi. Korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit yang mengakar sejak lama. Sejak zaman Orde Baru, Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, memperingatkan kebocoran anggaran negara yang mencapai 30%. Angka ini, yang didasarkan pada Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia, menunjukkan betapa buruknya efisiensi penggunaan anggaran. Dan ternyata, prediksi Sumitro tersebut masih relevan hingga hari ini.

Transparency International baru-baru ini menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dalam Indeks Persepsi Korupsi 2023, turun dari peringkat 96 pada 2021. Artinya, situasi justru memburuk di masa pemerintahan sebelumnya. Dengan birokrasi yang masih korup dan aparat hukum yang sering terlibat, akan sangat sulit bagi Prabowo untuk membalikkan keadaan ini tanpa langkah-langkah radikal.

ICOR: Biaya Pembangunan yang Sangat Tinggi

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan populasi besar dengan mayoritas usia produktif, namun pertumbuhan ekonominya tetap stagnan di angka 5%. Kenapa ini terjadi? Salah satu penyebab utama adalah ICOR yang tinggi, yang saat ini mencapai 6,5, jauh di atas rata-rata ASEAN yang hanya 3,7. ICOR yang tinggi ini menandakan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, Indonesia membutuhkan tambahan investasi yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara tetangga.

Masalah ini terkait langsung dengan birokrasi yang korup, mahalnya biaya logistik, dan produksi yang tidak efisien. Korupsi telah membuat biaya pembangunan melambung, sehingga sulit bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan di atas 7% seperti yang pernah terjadi pada masa Orde Baru, yang saat itu dibantu oleh booming minyak global.

Prediksi IMF: Masa Depan Pertumbuhan Ekonomi

International Monetary Fund (IMF) dalam konsultasi Article IV 2024 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2025-2029 akan konstan di sekitar 5,1%. Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh pemerintahan Jokowi, namun masih jauh dari target ambisius 7% yang diinginkan untuk mengangkat kesejahteraan rakyat secara signifikan.

Prabowo perlu menyadari bahwa meskipun ia berhasil menstabilkan ekonomi pada level 5%, angka tersebut tidak cukup untuk memperbaiki berbagai masalah struktural yang dihadapi Indonesia. Dibutuhkan langkah-langkah inovatif dan kebijakan yang berani untuk memperbaiki efisiensi anggaran dan menurunkan ICOR.

Kebocoran Anggaran: Berulang dari Masa ke Masa

Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp238,14 triliun selama 10 tahun terakhir. Jumlah ini menunjukkan betapa parahnya kebocoran anggaran di berbagai sektor, mulai dari proyek infrastruktur hingga penyediaan layanan publik. Korupsi ini menyebabkan biaya pembangunan menjadi sangat mahal, mengurangi kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Jika kebocoran anggaran ini bisa ditekan, pemerintah bisa lebih efektif dalam menggunakan APBN yang pada tahun 2023 sebesar Rp3.304 triliun. Sebagai gambaran, apabila kebocoran sebesar 27,69% yang terindikasi dari ICOR diterapkan pada APBN, maka terjadi pemborosan sebesar Rp914,87 triliun. Jumlah ini cukup untuk mengatasi masalah backlog kepemilikan rumah, stunting, dan bahkan menyediakan pendidikan tinggi gratis.

Arah Kebijakan Ekonomi Prabowo: Mampukah Berubah?

Salah satu pertanyaan besar yang diajukan kepada Prabowo adalah apakah ia mampu merombak kebijakan ekonomi yang selama ini dinilai tidak efisien. Selama beberapa dekade, Indonesia bergantung pada model pembangunan yang kurang berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong oleh sumber daya alam tanpa adanya diversifikasi yang signifikan. Hal ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan krisis ekonomi.

Untuk mengubah arah ini, Prabowo perlu fokus pada diversifikasi ekonomi dengan memperkuat sektor industri manufaktur dan teknologi. Selain itu, reformasi birokrasi dan upaya nyata untuk mengurangi korupsi diharapkan dapat menurunkan ICOR dan meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan.

Reformasi Birokrasi: Antara Harapan dan Tantangan

Reformasi birokrasi sering kali menjadi kata kunci dalam kampanye politik, namun implementasinya di lapangan sangat sulit. Birokrasi Indonesia terkenal lambat, korup, dan sering kali lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik. Untuk menghadapi masalah ini, Prabowo harus berani mengambil langkah-langkah berani yang mungkin tidak populer di kalangan elite politik, seperti melakukan reformasi di kementerian-kementerian kunci dan lembaga penegak hukum.

Dalam jangka pendek, hal ini mungkin akan menimbulkan perlawanan dari berbagai pihak yang diuntungkan oleh sistem yang ada saat ini. Namun, dalam jangka panjang, reformasi birokrasi yang berhasil dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Yudikatif dan Legislatif: Cabang Kekuasaan yang Sama Bermasalah

Tidak hanya di ranah eksekutif, kebocoran anggaran juga menjadi masalah di dua cabang kekuasaan lainnya, yaitu yudikatif dan legislatif. Di parlemen, pembahasan anggaran sering kali diwarnai dengan praktik mark up dan jual beli pengaruh. Hal ini menciptakan sistem yang rawan korupsi sejak perencanaan anggaran hingga pelaksanaannya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyatakan bahwa korupsi di tingkat eksekutif, termasuk dalam rapat kabinet, menjadi hulu dari berbagai penyimpangan anggaran. Jika Prabowo ingin mengatasi masalah ini, KPK harus diberdayakan untuk lebih aktif mengawasi proses anggaran, tidak hanya di parlemen, tetapi juga di kabinet.

Tantangan di Bidang Infrastruktur dan Logistik

Selain masalah birokrasi dan korupsi, Prabowo juga dihadapkan pada tantangan besar di bidang infrastruktur dan logistik. Biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu penyebabnya adalah minimnya infrastruktur transportasi yang efisien, terutama di daerah-daerah terpencil.

Untuk memperbaiki ini, Prabowo perlu melanjutkan pembangunan infrastruktur yang telah dimulai oleh pemerintahan sebelumnya, sambil mencari cara untuk menurunkan biaya produksi dan distribusi. Dengan mengurangi biaya logistik, diharapkan Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar regional dan global.

Harapan di Tengah Tantangan

Meski tantangan yang dihadapi sangat berat, harapan bagi masa depan pemerintahan Prabowo tetap ada. Jika ia mampu melakukan reformasi birokrasi, menurunkan ICOR, dan mengatasi korupsi yang mengakar, Indonesia bisa mencapai potensi ekonomi yang sebenarnya. Namun, semua ini hanya bisa terwujud jika ada komitmen yang kuat dan keberanian untuk mengambil langkah-langkah yang tidak populer.

Pertanyaan terbesar yang masih tersisa adalah: Apakah Prabowo mampu melawan arus? Ataukah ia akan terjebak dalam lingkaran masalah yang sama yang telah menghantui Indonesia selama beberapa dekade? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti, lima tahun ke depan akan menjadi ujian terberat bagi kepemimpinannya. (KH.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun