International Monetary Fund (IMF) dalam konsultasi Article IV 2024 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2025-2029 akan konstan di sekitar 5,1%. Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh pemerintahan Jokowi, namun masih jauh dari target ambisius 7% yang diinginkan untuk mengangkat kesejahteraan rakyat secara signifikan.
Prabowo perlu menyadari bahwa meskipun ia berhasil menstabilkan ekonomi pada level 5%, angka tersebut tidak cukup untuk memperbaiki berbagai masalah struktural yang dihadapi Indonesia. Dibutuhkan langkah-langkah inovatif dan kebijakan yang berani untuk memperbaiki efisiensi anggaran dan menurunkan ICOR.
Kebocoran Anggaran: Berulang dari Masa ke Masa
Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp238,14 triliun selama 10 tahun terakhir. Jumlah ini menunjukkan betapa parahnya kebocoran anggaran di berbagai sektor, mulai dari proyek infrastruktur hingga penyediaan layanan publik. Korupsi ini menyebabkan biaya pembangunan menjadi sangat mahal, mengurangi kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Jika kebocoran anggaran ini bisa ditekan, pemerintah bisa lebih efektif dalam menggunakan APBN yang pada tahun 2023 sebesar Rp3.304 triliun. Sebagai gambaran, apabila kebocoran sebesar 27,69% yang terindikasi dari ICOR diterapkan pada APBN, maka terjadi pemborosan sebesar Rp914,87 triliun. Jumlah ini cukup untuk mengatasi masalah backlog kepemilikan rumah, stunting, dan bahkan menyediakan pendidikan tinggi gratis.
Arah Kebijakan Ekonomi Prabowo: Mampukah Berubah?
Salah satu pertanyaan besar yang diajukan kepada Prabowo adalah apakah ia mampu merombak kebijakan ekonomi yang selama ini dinilai tidak efisien. Selama beberapa dekade, Indonesia bergantung pada model pembangunan yang kurang berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong oleh sumber daya alam tanpa adanya diversifikasi yang signifikan. Hal ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan krisis ekonomi.
Untuk mengubah arah ini, Prabowo perlu fokus pada diversifikasi ekonomi dengan memperkuat sektor industri manufaktur dan teknologi. Selain itu, reformasi birokrasi dan upaya nyata untuk mengurangi korupsi diharapkan dapat menurunkan ICOR dan meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan.
Reformasi Birokrasi: Antara Harapan dan Tantangan
Reformasi birokrasi sering kali menjadi kata kunci dalam kampanye politik, namun implementasinya di lapangan sangat sulit. Birokrasi Indonesia terkenal lambat, korup, dan sering kali lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik. Untuk menghadapi masalah ini, Prabowo harus berani mengambil langkah-langkah berani yang mungkin tidak populer di kalangan elite politik, seperti melakukan reformasi di kementerian-kementerian kunci dan lembaga penegak hukum.
Dalam jangka pendek, hal ini mungkin akan menimbulkan perlawanan dari berbagai pihak yang diuntungkan oleh sistem yang ada saat ini. Namun, dalam jangka panjang, reformasi birokrasi yang berhasil dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Yudikatif dan Legislatif: Cabang Kekuasaan yang Sama Bermasalah