Mengupas Simbolisme, Psikologi, Sosial dan Hukum lewat Film "Pesan Bermakna"
Film pendek"Pesan Bermakna" besutan Orista Primadewa adalah sebuah eksplorasi yang sarat dengan makna, simbolisme, dan dilema moral.
Film ini menggambarkan kehidupan seorang hakim yang dihadapkan pada sebuah keputusan penting, di mana beban tanggung jawab, dilema hukum, dan nilai-nilai personal bertabrakan.
Dalam waktu singkat, film ini berhasil menyajikan berbagai lapisan narasi yang kaya, mulai dari aspek psikologis seorang hakim hingga aspek sosial dan hukum yang melingkupinya.
Melalui sudut pandang simbolis, psikologis, sosial, dan hukum, mari kita mengupas *Pesan Bermakna* secara mendalam.
SIMBOLISME DALAM "PESAN BERMAKNA"
Setiap elemen dalam film ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Film ini mengajak penonton untuk menyelami makna tersembunyi di balik tindakan dan keputusan sang hakim. Dalam konteks ini, keputusan seorang hakim lebih dari sekadar proses legal; ia adalah sebuah representasi simbolis dari konflik antara moralitas dan hukum.
Simbolisme utama yang dapat dilihat adalah penggunaan ruang sidang sebagai representasi mentalitas. Ruang sidang dalam "Pesan Bermakna" bukan sekadar latar tempat, tetapi simbol dari perdebatan internal yang dialami oleh sang hakim. Setiap sudut ruangan, dari palu sidang hingga wajah-wajah penggugat dan tergugat, menjadi lambang dari beban yang harus ditanggung seorang hakim dalam membuat keputusan.
Palu sidang, yang dalam sistem hukum melambangkan otoritas dan keadilan, di sini juga menggambarkan kekuasaan yang tidak bisa dihindari---keputusan harus diambil, namun selalu ada konsekuensi moral.
Film ini secara cerdik juga menghadirkan simbol-simbol lain seperti kaca mata sang hakim, yang melambangkan cara pandang atau persepsi terhadap keadilan. Kaca mata ini menjadi alat yang digunakan hakim untuk "melihat" dunia, yang menunjukkan bahwa persepsi kita tentang kebenaran dan keadilan mungkin saja terdistorsi oleh keadaan atau nilai-nilai personal. Seiring dengan film berlangsung, kita mulai menyadari bahwa apa yang terlihat benar atau salah bisa menjadi abu-abu.
PERSPEKTIF PSIKOLOGIS: BEBAN PSIKIS SEORANG HAKIM
Dari perspektif psikologis, "Pesan Bermakna" sangat mendalam. Sang hakim adalah tokoh utama yang menjadi pusat dilema moral dan tekanan psikologis yang dihadirkan film ini. Dia tidak hanya berhadapan dengan kasus yang rumit, tetapi juga dengan konflik internal yang luar biasa berat. Ini merupakan gambaran dari apa yang dalam psikologi disebut "cognitive dissonance", di mana individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat dan bertentangan dengan nilai-nilai pribadinya.
Dalam dunia nyata, seorang hakim sering kali berada dalam situasi seperti ini---di mana mereka harus membuat keputusan yang mungkin bertentangan dengan keyakinan moral mereka. "Pesan Bermakna" dengan apik menunjukkan bagaimana stres psikologis tersebut dapat merusak mental seseorang. Hakim dalam film ini terlihat menghadapi kebingungan emosional yang ekstrem. Dia terjebak di antara tugasnya sebagai penegak hukum yang obyektif dan manusia yang memiliki empati serta hati nurani.
Lebih jauh lagi, sang hakim memperlihatkan tanda-tanda dari apa yang dalam psikologi dikenal sebagai "moral injury"---cedera moral yang terjadi ketika seseorang melanggar nilai-nilai moral pribadinya demi kewajiban profesional. Sang hakim tahu bahwa keputusannya akan berpengaruh pada kehidupan orang lain, dan tekanan tersebut menciptakan ketegangan batin yang luar biasa.
PERSPEKTIF SOSIAL: KEADILAN SEBAGAI KONSTRUK SOSIAL
Film ini juga membuka wacana tentang bagaimana keadilan dipersepsikan di masyarakat. Dari perspektif sosial, "Pesan Bermakna" mengingatkan kita bahwa keadilan tidak selalu hitam dan putih. Keadilan adalah sebuah konstruksi sosial yang dibentuk oleh budaya, nilai-nilai, dan konteks waktu.
Dalam film ini, hakim tidak hanya bekerja untuk menjalankan hukum, tetapi juga berhadapan dengan ekspektasi sosial. Masyarakat mengharapkan seorang hakim untuk menjadi "dewa keadilan" yang selalu mengambil keputusan yang benar, meskipun kenyataannya, keadilan dalam banyak kasus bersifat relatif. Apakah keadilan benar-benar tercapai jika hanya satu pihak yang menang? Atau justru ada nilai yang hilang dalam proses pengadilan tersebut?
Kita bisa mengaitkan ini dengan konsep Durkheim's Theory of Law and Morality, yang menjelaskan bahwa hukum adalah cerminan dari norma-norma masyarakat. Dalam konteks ini, hakim bukan hanya penerjemah hukum, tetapi juga penjaga norma sosial. Dilema moral yang dihadapi sang hakim dalam film ini menunjukkan bahwa hukum dan keadilan bisa menjadi dua hal yang sangat berbeda.
PERSPEKTIF HUKUM: BENTURAN ANTARA HUKUM DAN MORALITAS
Sebagai seorang hakim, tokoh utama dalam "Pesan Bermakna" berada di garis depan dalam menentukan batas antara hukum dan moralitas. Film ini menunjukkan bagaimana hukum sering kali bersifat kaku dan hitam-putih, sedangkan moralitas adalah wilayah abu-abu yang penuh dengan nuansa.
Dalam beberapa kasus, seorang hakim mungkin harus memutuskan berdasarkan hukum positif, meskipun secara moral keputusan tersebut mungkin diragukan. "Pesan Bermakna" mengeksplorasi ketegangan ini dengan menunjukkan bagaimana sang hakim merasa terjebak oleh aturan hukum yang harus diikuti, meskipun keputusan tersebut mungkin berlawanan dengan hati nuraninya.
Perspektif hukum dalam film ini bisa dikaitkan dengan pandangan teori "Legal Positivism", yang menyatakan bahwa hukum harus dipisahkan dari moralitas. Dalam teori ini, hukum adalah seperangkat aturan yang harus diikuti, terlepas dari apakah aturan tersebut secara moral dapat diterima atau tidak. Namun, dalam film ini, kita juga melihat konflik yang muncul ketika aturan hukum bertentangan dengan nilai-nilai moral.
PESAN UTAMA DAN IMPLIKASI MORAL
"Pesan Bermakna" menantang kita untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang keadilan, moralitas, dan peran hukum dalam kehidupan kita. Apakah seorang hakim seharusnya selalu mematuhi hukum, bahkan ketika hukum tersebut tidak adil? Atau apakah ada ruang bagi keputusan moral dalam kerangka hukum yang kaku?
Sang hakim dalam film ini menghadapi dilema yang sering kali dihadapi oleh pejabat publik: pilihan antara menjalankan tugas secara obyektif atau mempertimbangkan implikasi moral dari keputusan mereka. Film ini menunjukkan bahwa di balik setiap keputusan hukum, ada manusia dengan hati dan nurani yang berusaha mencari keadilan yang sesungguhnya.
Pesan moral yang disampaikan film ini tidak hanya relevan bagi para hakim atau pengacara, tetapi juga bagi kita semua. Setiap keputusan yang kita buat, baik dalam kapasitas pribadi maupun profesional, membawa dampak yang jauh lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, di mana tidak ada jawaban yang benar atau salah secara mutlak.
Film ini mengajak kita untuk merenungkan arti keadilan, baik dari sudut pandang hukum maupun moralitas. Pada akhirnya, "Pesan Bermakna" adalah sebuah pengingat bahwa kehidupan ini penuh dengan keputusan yang rumit, di mana hukum dan moralitas sering kali bertabrakan, dan tidak ada jalan yang mudah menuju keadilan yang sejati.
KESIMPULAN
Pesan Bermakna  adalah sebuah film pendek yang penuh dengan lapisan-lapisan makna. Melalui simbolisme yang kuat, tekanan psikologis, perspektif sosial, dan dilema hukum, film ini berhasil menyampaikan pesan mendalam tentang keadilan, moralitas, dan tanggung jawab manusia.Â
Orista Primadewa, melalui karya ini, menggugah kita untuk melihat hukum bukan hanya sebagai seperangkat aturan, tetapi sebagai sebuah refleksi dari nilai-nilai sosial dan moral yang hidup dalam setiap individu.
Film ini adalah cerminan dari kenyataan bahwa keadilan tidak pernah sederhana, dan bahwa di balik setiap keputusan hukum, ada manusia dengan hati yang berjuang untuk melakukan hal yang benar. Dengan demikian, "Pesan Bermakna" tidak hanya menjadi karya seni yang mengesankan secara visual, tetapi juga sebuah pelajaran moral yang patut direnungkan.(KH.)
Catatan:
Orista Primadewa adalah seorang sutradara Indonesia yang dikenal melalui karyanya dalam film "Pesan Bermakna Jilid III" yang bercerita tentang kehidupan seorang hakim dan dinamika keluarganya.
Film ini menggambarkan tantangan dan dilema yang dihadapi seorang hakim dalam menyeimbangkan antara profesionalisme dan masalah pribadi.
Orista Primadewa memilih lokasi syuting yang unik di Purwokerto dan Purbalingga untuk menciptakan suasana otentik dengan nuansa bangunan era Belanda.
Film ""Pesan Bermakna Jilid III" juga dibintangi oleh aktor ternama seperti Donny Alamsyah dan Imelda Therinne. Selain itu, film ini mengangkat isu-isu hukum, keluarga, dan kejujuran, dengan narasi yang kuat tentang hubungan kakak-adik dan bagaimana kejujuran dapat menyelesaikan konflik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H