Sang gubernur mengernyitkan dahi. "Syaratnya?"
Somid mendekat dan berbisik, "20% untuk saya, Pak. Kalau setuju, saya pastikan dana ini cepat cair."
Awalnya, gubernur itu terkejut, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, Ustadz. Kalau memang itu jalannya."
Tawaran Somid ini cepat menyebar di kalangan pejabat daerah. Ia segera dikenal sebagai 'calo' APBN paling berpengaruh. Rumahnya yang dulu sederhana kini menjulang megah dengan arsitektur modern, mobil-mobil mewah parkir di garasinya. Rolls Royce, Lamborghini, Bentley---semua mengisi halaman rumah yang kini lebih mirip istana. Kehidupan istrinya, Siti, juga berubah drastis.
Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di ruang makan besar, Siti menatap suaminya dengan penuh kebanggaan.
"Pak, lihatlah kita sekarang. Dulu rumah kita hanya rumah kayu reyot, sekarang kita punya istana seperti ini. Mobil-mobil mewah, perhiasan, segalanya berubah. Ini semua karena usaha Bapak," kata Siti sambil menunjukkan kalung emasnya yang berkilauan, dengan berlian sebesar biji kurma menggantung di dadanya.
Somid hanya tersenyum puas. "Ya, Bu. Semua ini hasil kerja keras dan kesempatan yang datang. Tuhan memberi kita rezeki."
Namun, perubahan besar dalam hidup Somid dan keluarganya tak luput dari perhatian para tetangga dan santri di pesantren yang ia tinggalkan. Mereka melihat kemewahan yang tiba-tiba muncul dalam kehidupan ustadz yang dulu mereka hormati.
"Lihat itu, Ustadz Somid sekarang hidup seperti raja," bisik seorang tetangga kepada yang lain di pasar.
"Ya, padahal dulu rumahnya kumuh, mobilnya pun bobrok. Sekarang kok tiba-tiba jadi mewah sekali," sahut yang lain dengan nada iri.
"Kalau begini sih, pasti ada main belakang. Tak mungkin secepat itu kaya raya kalau tidak ada yang aneh," tambah seorang pedagang dengan nada sinis.