Hoax, Penipuan dari Masa ke Masa, dan Akal Sehat.
Hoax atau penipuan adalah fenomena yang telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoax didefinisikan sebagai berita atau informasi palsu. Meskipun umat manusia dianggap sebagai makhluk rasional yang dikaruniai akal, kenyataannya kita sering kali lebih dikuasai emosi daripada proses berpikir rasional, sehingga mudah tertipu oleh informasi palsu. Hal ini terlihat dari berbagai kasus penipuan yang berulang sepanjang sejarah hingga zaman modern, terutama dengan adanya media sosial dan kecerdasan buatan (AI), yang menjadi sarana efektif untuk menyebarkan hoax dan penipuan.
Contoh Penipuan dari Masa ke Masa
1. Penipuan Cut Zahara Fona (1970-an)
Â
Pada awal 1970-an, Cut Zahara Fona membuat heboh seluruh Indonesia dengan klaim luar biasa bahwa janin di dalam kandungannya bisa berbicara, melantunkan adzan, dan membaca ayat suci Al-Qur'an. Kepercayaan masyarakat terhadap penipuan ini bahkan membuatnya masuk ke Istana Wakil Presiden saat itu, Adam Malik. Penipuan ini menunjukkan betapa manusia lebih mudah tergerak oleh emosi dan sensasi daripada berpikir kritis terhadap hal-hal yang tidak masuk akal.
2. Penipuan Blue Energy Era SBY (2008)
Â
Kasus ini terjadi ketika Joko Surapto dan kelompoknya berhasil meyakinkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang bahan bakar berbahan dasar air, yang disebut "blue energy." Proyek ini bahkan memicu pembangunan pabrik di dekat rumah SBY. Padahal, secara ilmiah, klaim ini tidak dapat dibuktikan, tetapi dukungan politik dan ketertarikan pada solusi energi yang revolusioner mengesampingkan proses analisis rasional.
3. Penipuan Investasi Bodong Kampoeng Kurma (2023)
Kampoeng Kurma menawarkan kavling tanah yang dijanjikan akan ditanami pohon kurma dan hasilnya dibagikan kepada investor. Namun, kenyataannya proyek ini gagal, dan perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Investor yang tertarik dengan janji keuntungan besar tanpa memikirkan risiko justru mengalami kerugian besar.
4. Penipuan 212 Mart (2023)
Komunitas Koperasi Syariah 212 Mart di Samarinda dilaporkan ke polisi oleh para investornya. Koperasi ini diduga melakukan penggelapan dana investasi hingga Rp 2 miliar. Meski banyak yang terlibat karena percaya pada nilai-nilai syariah, kenyataannya penipuan ini terjadi karena masyarakat lebih mengedepankan keyakinan daripada melakukan pengecekan rasional atas model bisnis tersebut.
5. Penipuan Penggandaan Uang Slamet Tohari (2023)
Slamet Tohari di Banjarnegara melakukan penipuan dengan mengaku sebagai dukun yang mampu menggandakan uang. Lebih parahnya, ia membunuh 11 korbannya dan menguburkan mereka di perkebunan. Kasus ini menyoroti bahwa di tengah kemajuan zaman, masih banyak orang yang terjebak dalam ilusi mendapatkan kekayaan secara instan melalui cara-cara mistis.
6. Penipuan Dimas Kanjeng (2016)
Kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi juga menggambarkan kekuatan emosi dan keyakinan yang mengalahkan logika. Bahkan tokoh berpendidikan seperti Marwah Daud Ibrahim, yang pernah menjabat sebagai Sekjen ICMI, membela Dimas Kanjeng karena percaya pada *karomah* (kemampuan supranatural) yang ia klaim. Ribuan orang tertipu, termasuk Marwah yang bersikukuh bahwa Dimas Kanjeng mampu menggandakan uang.
7. Penipuan Berkedok Investasi Kelapa Sawit (2021)
Di Aceh, sebuah investasi bodong yang berkedok investasi kelapa sawit berhasil merugikan korbannya hingga Rp 2,7 miliar. Kasus ini merupakan contoh lain di mana iming-iming keuntungan besar berhasil menutupi nalar rasional.
8. Hoax Ratna Sarumpaet (2018)
Ratna Sarumpaet, tokoh politik dan aktivis, mengakui telah menyebarkan berita bohong bahwa dirinya dianiaya. Figur terkenal seperti Prabowo, Rizal Ramli, Fahri Hamzah, Amien Rais pun hanyut dalam narasi manipulatif Ratna. Â Nyatanya, ia melakukan operasi plastik dan berbohong untuk menutupi hal tersebut. Kasus ini menunjukkan betapa hoax mudah menyebar dan diterima, apalagi jika menyangkut figur publik.
9. Penipuan Koperasi Rp 26 Triliun (2020)
Â
Delapan koperasi bermasalah, termasuk KSP Indosurya, terlibat dalam penipuan yang merugikan masyarakat hingga Rp 26 triliun. Ribuan orang menjadi korban karena percaya pada janji-janji keuntungan besar tanpa mempertimbangkan kemungkinan penipuan.
10. Penipuan Koperasi Langit Biru (2012)
Kasus ini melibatkan PT Transindo Jaya Komara, yang menawarkan investasi di sektor daging sapi. Penipuan ini merugikan banyak pihak dan menunjukkan bagaimana orang bisa dengan mudah tertipu oleh janji keuntungan cepat dan besar.
11. Penipuan Robot Trading (2023)
Â
Sejumlah artis terkenal seperti Raffi Ahmad dan Atta Halilintar diduga menikmati keuntungan dari penipuan robot trading Auto Trade Gold (ATG). Kasus ini menyoroti bagaimana tokoh publik dan selebritas dapat dimanfaatkan untuk menarik orang lain ke dalam investasi palsu, terutama di masa pandemi ketika orang mencari cara cepat untuk mendapatkan uang.
12. Hoax Fufufafa (Ilustrasi Potensi Hoax)
Potensi hoax seperti "Fufufafa" bisa muncul kapan saja, menunjukkan betapa mudahnya sebuah kebohongan direkayasa untuk menyebar di masyarakat yang mudah terpengaruh oleh narasi yang menarik tanpa adanya fakta jelas.
13. Hoax dengan ChatGPT
Hoax modern juga semakin canggih dengan adanya teknologi seperti ChatGPT. Sebagai contoh, hoax yang menyebutkan ChatGPT bisa memprediksi masa depan atau menyebarkan informasi palsu dengan bahasa yang meyakinkan , atau punya tendensi pada suatu aliran agama  atau ajaran tertentu, adalah salah satu cara baru menyebarkan kebohongan yang efektif di era digital.
Kesimpulan
Kata kata bahwa dunia hanya ilusi dan krbohongan dan senda gurau seolah olah menjadi bermakna dan mrendapatkan pembenaran.
Dunia isinya Ilusi, kebohongan, atau sesuatu sesungguhnya tidak seperti persepsi kita, apa yang nampak seringkali bukanlah kebenaran tapi kepalsuan, hasil manipulasi, realitas buatan yang dilebih-lebihkan yang direkayasa untuk tujuan-tujuan yang direncanakan baik jahat mau pun baik.
Dari semua kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia sering kali lebih mengandalkan emosi daripada akal sehat dalam menyikapi informasi. Ketika dihadapkan pada janji-janji yang menggiurkan, rasa ingin tahu yang mendalam, atau cerita yang menggugah emosi, akal rasional kita sering kali tumpul.
Kita lebih mudah tergulung dalam arus manipulasi daripada berhenti sejenak untuk memverifikasi kebenaran informasi.
Media sosial dan teknologi kecerdasan buatan, seperti AI, kini menjadi sarana yang sangat efektif dalam penyebaran hoax dan penipuan karena mampu menyebarkan informasi dengan cepat dan luas, tanpa adanya filter yang kuat dari segi kebenaran.
Dunia, dalam banyak hal, adalah tempat di mana ilusi dan kebohongan sering kali mendominasi.
Jika manusia dapat mengambil jarak dari fenomena yang mereka hadapi dan mengandalkan nalar secara rasional, banyak dari penipuan ini mungkin dapat dihindari. Namun, kenyataannya, manusia adalah sosok.yang emosional, berimajinasi, kreatif dan senang terlibat dalam drama drama kehidupan sekalipun itu dungu dan menipu, sehingga sepintar apapun  dia, setinggi apa pun status sosialnya, ia kerap tergelincir dan tergulung oleh ombak manipulasi, dan kebohongan kronis berulang kali tanpa ampun.(KH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H