Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hoax, Penipuan dari Masa ke Masa, dan Akal Sehat

21 September 2024   13:02 Diperbarui: 21 September 2024   19:28 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potensi hoax seperti "Fufufafa" bisa muncul kapan saja, menunjukkan betapa mudahnya sebuah kebohongan direkayasa untuk menyebar di masyarakat yang mudah terpengaruh oleh narasi yang menarik tanpa adanya fakta jelas.

13. Hoax dengan ChatGPT

Hoax modern juga semakin canggih dengan adanya teknologi seperti ChatGPT. Sebagai contoh, hoax yang menyebutkan ChatGPT bisa memprediksi masa depan atau menyebarkan informasi palsu dengan bahasa yang meyakinkan , atau punya tendensi pada suatu aliran agama  atau ajaran tertentu, adalah salah satu cara baru menyebarkan kebohongan yang efektif di era digital.

Kesimpulan

Kata kata bahwa dunia hanya ilusi dan krbohongan dan senda gurau seolah olah menjadi bermakna dan mrendapatkan pembenaran.

Dunia isinya Ilusi, kebohongan, atau sesuatu sesungguhnya tidak seperti persepsi kita, apa yang nampak seringkali bukanlah kebenaran tapi kepalsuan, hasil manipulasi, realitas buatan yang dilebih-lebihkan yang direkayasa untuk tujuan-tujuan yang direncanakan baik jahat mau pun baik.

Dari semua kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia sering kali lebih mengandalkan emosi daripada akal sehat dalam menyikapi informasi. Ketika dihadapkan pada janji-janji yang menggiurkan, rasa ingin tahu yang mendalam, atau cerita yang menggugah emosi, akal rasional kita sering kali tumpul.

Kita lebih mudah tergulung dalam arus manipulasi daripada berhenti sejenak untuk memverifikasi kebenaran informasi.

Media sosial dan teknologi kecerdasan buatan, seperti AI, kini menjadi sarana yang sangat efektif dalam penyebaran hoax dan penipuan karena mampu menyebarkan informasi dengan cepat dan luas, tanpa adanya filter yang kuat dari segi kebenaran.

Dunia, dalam banyak hal, adalah tempat di mana ilusi dan kebohongan sering kali mendominasi.

Jika manusia dapat mengambil jarak dari fenomena yang mereka hadapi dan mengandalkan nalar secara rasional, banyak dari penipuan ini mungkin dapat dihindari. Namun, kenyataannya, manusia adalah sosok.yang emosional, berimajinasi, kreatif dan senang terlibat dalam drama drama kehidupan sekalipun itu dungu dan menipu, sehingga sepintar apapun  dia, setinggi apa pun status sosialnya, ia kerap tergelincir dan tergulung oleh ombak manipulasi, dan kebohongan kronis berulang kali tanpa ampun.(KH)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun