Mohon tunggu...
kristanto budiprabowo
kristanto budiprabowo Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup berbasis nilai

Appreciator - Pendeta - Motivator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Komunal?

23 September 2015   13:38 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 4705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk mengefektifkan fungsinya, nilai komunal juga lantas dikerdilkan maknanya menjadi dogma agama, kebiasaan etnis, bahkan cara sebuah adat dari trah tertentu saja. Maka keberagaman, perbedaan, pluralitas, diterima sejauh (menurut penguasa) tidak bertentangan dan merusak nilai komunal. Saya sebutkan penguasa, karena selalu jelas siapa penguasa agama, politik, ekonomi, bahkan penguasa etnis maupun adat trah tertentu. 

Efektifitas nilai komunal dalam semangat anti individualitas ternyata nampak ketika itu menjadi alat untuk memberangus, menekan, memaksa, mengontrol, mengendalikan, memotong, menghukum, atau bahkan membunuh kreatifitas keluasan berfikir secara berbeda dan keragaman cara orang berada.

Mekanisme nilai komunal yang dengan segera akan secara masif menggugah perasaan bersama, pikiran bersama, dan tindakan bersama itu ternyata hanya efektif ketika ditujukan untuk menghakimi, menyalahkan, menghukum, dan menundukkan orang menuruti kemauan komunal yang tentu sesuai dengan tekanan dan keinginan sang penguasa.

Ketika lalu lintas menjadi macet tak terkendali, apakah tawaran yang berangkat dari nilai komunal seperti diadakan angkutan masal mendapatkan perhatian penting para pewarta dan masyarakat umum? Ketika lingkungan alam secara sistematis dikapitalisasi dieksploitasi dilacurkan oleh birokrat terhadap korporasi, bagaimanakah komentar para pewarta dan masyarakat?

Lantas ketika hal-hal seperti terjadi terang-terangan dimata semua anggota masyarakat, apakah nilai komunal mampu menggerakkan perasaan, pikiran, dan tindakan mereka untuk merubahnya?

Kenyataan sebaliknya yang terjadi.

Merekrut orang untuk diajak marah dan mengumbar kebencian secara bersama-sama lebih mudah daripada meyakinkan orang untuk bertindak kebaikan.

Mengumpulkan orang untuk menebar sampah lebih mudah daripada mengumpulkan orang yang sadar bahaya sampah. Bahkan, orang dengan sukacita membayar mahal untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pembuat dan pembuang sampah yang mahir.

Mengajak orang untuk bersikap arif terhadap ekologi akan menjumpai banyak musuh, sementara orang yang berusaha merusak dan mengkapitalisasikannya dengan cepat menemukan dukungan dari para pewarta-perusak dan masyarakat luas.

Coba rasakan dan lihat sendiri mekanisme terjadinya dan terwartakannya nilai-nilai komunal yang selama ini kita banggakan menjadi budaya bangsa.

Nilai komunal nampaknya hanya berfungsi jauh lebih efektif jika yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan itu berhubungan dengan hal-hal yang diliputi semangat kemarahan, perusakan, kebencian, penghancuran. 

Nah, kalau begitu adanya, apakah kita masih punya muka untuk membanggakan diri sebagai masyarakat yang hidup berdasarkan nilai-nilai komunal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun