Oh, ya. Beberapa hal yang diceritakan mas Hadi antara lain bagaimana ia melihat pendaki asing sangat menghormati pendaki lainnya.Â
Ketika ada yang ingin mendahului, mereka akan menepi untuk memberikan jalan kepada yang mau lewat.Â
Dan ketika malam sudah datang, sekitar pukul 21.00, semua akan berkumpul untuk ngobrol tapi tanpa menimbulkan keributan. Sehingga, tidak ada yang merasa terganggu. Menikmati malam dan keindahan alam ciptaan Tuhan dengan tentram.
Pengalaman lainnya adalah naik pesawat kecil seperti baling-baling bambu yang landasannya deket jurang. Kalau meleset sedikit saja, hancur Minah!Â
Tapi justru itu adalah pengalaman menarik ke sana. Istilahnya banyak orang beranggapan bahwa kalau pulang dengan selamat itu bonus dari Tuhan.Â
Ada lagi pesan mas Hadi bagi kita pendaki pemula yang ingin ke sana, mencari jaket dan baju yang memiliki ciri khusus untuk temperatur Nepal. Jadi meskipun nggak tebal tetap nyaman dipakai, nggak jadi es lilin, deh. Biasanya ada keterangan di dalam jaket, bisa melindungi untuk minus berapa dan seterusnya.
Karena selama perjalanan 12 hari trekking itu nggak segampang yang dipikirkan orang awam, kita perlu sedia diamox, obat anti AMS yang ternyata susah di dapat (di Jakarta atau Yogyakarta).Â
Maklum, semakin tinggi dataran, udara makin tipis, gampang terganggu pernafasan dan gangguan lainnya. Selain itu karena perjalanan lama dan jauh, harus slow steady. Jangan ngoyo nanti nggos-nggosan baru hari pertama terus nggak lanjut karena sudah kepayahan. Catat, ya!
Sayang banget, mas Hadi nggak berhasil membawa gadis Nepal yang eksotis. Kata mas Hadi kalau diceritakan kisah tentang itu, bisa nggak cukup hanya satu hari. Halah, kita nunggu novelnya saja, deh. Aih, siapa yang akan mendapat buku Everest 7,9 dari zoom Sabtu kemarin ya? Iya, trekking pas gempa....seru.
Teman-teman, kata mas Hadi banyak orang Nepal sebagai pemilik  wilayah pegunungan Himalaya itu yang naik gunung karena banyak hal. Antara lain adalah mencari nafkah, jadi nggak heran kalau ada orang Nepal yang sudah 55 kali naik Everest sebab bantuin bawa barang pendaki asing.Â
Hanya saja, mas Hadi sangat kagum dengan kearifan orang Nepal, sampai-sampai mas Hadi waktu itu nggak mau pulang. Untung ingat Mamah di Yogyakarta. Pulang ke kotamu ...