WARNING: CERITA INI MENGANDUNG ADEGAN SADIS. BUKAN UNTUK KONSUMSI ANAK-ANAK.
Tak ada yang merasa lebih bangga daripada Kepolisian Republik Indonesia malam ini. Bagaimana tidak? Mereka baru saja mendapatkan buruan paling berbahaya sejagat Nusantara sejak enam bulan terakhir: seorang pria tanpa nama, tanpa identitas, dan tanpa foto yang disinyalir sebagai dalang dibalik kematian enam anggota parlemen Indonesia, termasuk seorang menteri pertahanan, Rahmat Sukoco. Pihak kepolisian yang diwakili oleh Densus AT-13 menangkap sang pria ketika akan meninggalkan flat-nya. Pria tersebut dipukuli di depan flat-nya sendiri, kemudian diborgol dan digiring ke dalam mobil van kepolisian untuk dikirim ke sebuah safe house di tepian ibukota, seorang pejabat kepolisian kabarnya hendak menginterogasinya habis-habisan.
Dan di sinilah sang pria, duduk manis di sebuah ruangan hampa berukuran 3x3 dengan wajah penuh lebam. Tangannya diborgol di kursi aluminium tempat ia duduk, sebagai antisipasi agar ia tak melakukan perlawanan. Selain itu, ia juga didampingi oleh tiga orang polisi berpakaian sipil yang siap menghajarnya hingga menjadi bubur kayu. Tetapi ia sama sekali tak tampak tegang, ekspresinya begitu damai dan napasnya terdengar sangat teratur. Sungguh berbeda dengan para teroris yang biasa diringkus oleh Densus AT-13, baru digiring masuk ke dalam safe house saja sudah kencing di celana.
Sang pimpinan investigator hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku sang pria. Seperti tanpa dosa, pikirnya. "Kau tampak begitu tenang. Apakah kau sadar bahwa dirimu telah melakukan kesalahan yang amat fatal dalam hidupmu?" Tanyanya.
"Tentu, pak polisi ... " ujar sang pria seraya mengangguk pelan.
"Jadi kau tahu apa kesalahanmu? Kau tahu mengapa kami melayangkan bogem ke wajahmu hingga menjadi seperti itu?" Tanya sang investigator seraya menunjuk-nunjuk wajah sang pria.
"Tentu saja. Karena aku membuang sampah permen sembarangan, bukan demikian?"
Suasana kembali senyap, ketiga polisi hanya bisa saling tatap sementara sang buronan tetap duduk manis dengan wajah cerahnya. Si kepala investigator sejenak memijit-mijit batang hidungnya, lantas memberi isyarat kepada kedua temannya untuk melakukan sesuatu kepada sang pria. Entah apa.
Dua pria berbadan kekar lantas mendekati sang buronan dengan percaya diri. Tanpa aba-aba, mereka langsung menghujani sang pria dengan bogem mentah. Darah mencurat hebat dari kedua rongga hidung dan mulut sang pria, lalu mengecap di beberapa permukaan ruangan. Tak ada respon berarti dari sang pria, ia hanya bisa melenguh kecil setiap kali tinju mendarat di wajahnya.
Setelah dirasa cukup, si kepala investigator akhirnya memerintahkan kedua temannya untuk berhenti memukuli sang pria. Ia tak bisa melukai sang pria lebih jauh karena berpotensi menyebabkan kematian, padahal tugas utamanya hari itu adalah untuk mengorek informasi.
"Oke, cukup bermain-main. Aku ingin kau mempermudah proses interogasi hari ini. Mengapa kau membunuh lima anggota dewan dan seorang menteri? Apa motifmu? Untuk siapa kau bekerja?" Tanyanya geram.