Mohon tunggu...
Politik

Apakah Ahok Dapat Dijerat Menerima Gratifikasi dari Konsultan Politik Seperti yang Dialami Anas Urbaningrum?

21 Maret 2016   14:28 Diperbarui: 21 Maret 2016   16:52 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari pemberitaan di media sepertinya semakin jelas keterkaitan Teman Ahok dengan Konsultan Politik dan PR Cyrus Network. Bahkan sudah di akui secara terang2an oleh mereka bahwa Teman Ahok memang di modali sebesar 500 juta oleh Hasan Nasbi, pemilik Cyrus Network, dan lebih jauh lagi secara terbuka juga sudah diakui bahwa sekertariat Teman Ahok itu memang berada dikantor Cyrus Network (dengar2 sih asset pemda yang disewa Cyrus Network), dan dari pemberitaan di media juga diakui bahwa Hasan Nasbi telah menugaskan orang kepercayaanya Yusfianto FM untuk memberikan strategi kampanye, membangun citra, dan teknik pemasaran melalui jejaring social kepada Teman Ahok (kali ini saya tidak perlu lagi memberi link2nya karena sudah ada di berbagai media, silakan google sendiri).

Dari berbagai pemberitaan diatas kita sebenarnya kalau jujur dengan hati nurani sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Teman Ahok = Cyrus Network = Konsultan Politik, dan hal ini mengkonfirmasi tulisan saya beberapa bulan yang lalu: http://www.kompasiana.com/konsultanpolitik/teman-ahok-cyrus-konsultan-politik-bayaran_5625dd1263afbdc81c342041

Akan tetapi seperti biasa media2 sampah tetap memberitakan fakta2 tersebut dengan framing yang diatur dari sang konsultan politik, mereka berargumen bahwa tidak ada masalah dengan sumbangan dari pendiri Cyrus Network sebesar 500juta, tidak ada masalah dengan pemberian fasilitas sewa kantor gratis untuk tim sukses Ahok, dan mereka berusaha mengaburkan fakta yang sudah sangat jelas bahwa Teman Ahok itu adalah organ bentukan Hasan Nasbi sang Konsultan Politik pendiri Cyrus Network.

 Orang2 yang kritis akan bertanya mengapa mereka berusaha mengaburkan fakta tersebut?,  Jawabannya adalah mereka sangat sadar bahwa ada potensi pelanggaran hukum apabila mereka secara terbuka mengakui bahwa Teman Ahok = Cyrus Network.  Sebelum melanjutkan lebih jauh saya ingin memberikan contoh kasus yang dialami oleh Anas Urbaningrum beberapa tahun yg lalu. Anas Urbaningrum didakwa dan divonis telah menerima gratifikasi dari LSI Denny JA berupa pemberian fasilitas survey gratis senilai hampir 500 Juta, ini linknya: http://skalanews.com/berita/korupsi/193063-denny-ja-terbukti-berikan-gratifikasi-ke-anas-urbaningrum- dan saya kutip sebagian beritanya :

"Dari fakta-fakta hukum tersebut, terungkap terdakwa terbukti menerima hadiah atau janji dari LSI," kata Anggota Majelis Hakim Djoko Subagio ketika membacakan fakta persidangan dalam amar putusan. Pasalnya berdasarkan  fakta persidangan, Anas Urbaningrum menerima hadiah dari LSI dalam bentuk survei. Ini dilakukan untuk mendongkrak nama Anas Urbaningrum yang tengah mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat”

Dari kasus tersebut kita bisa melihat kemiripan yang sangat jelas dengan apa yang dilakukan oleh Cyrus Network untuk Ahok. Kalau survey gratis saja sudah dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, bagaimana dengan apa yang sudah dilakukan oleh Hasan Nasbi/ Cyrus Network untuk Ahok, mereka bukan hanya memberikan survey gratis namun juga memberikan paket lengkap berupa Tim Sukses dalam rangka memenangkan Ahok di Pilgub DKI 2017, yang didalamnya terdapat bebagai komponen fasilitas gratis yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. diantaranya yang sudah diakui secara terbuka antara lain: modal awal 500 juta, fasilitas sewa kantor, strategi kampanye, membangun citra, dan teknik pemasaran melalui jejaring social, dan ini semua sesungguhnya dapat dikuantifikasi nilai uangnya.

 Akan tetapi sesungguhnya kalau melihat undang2nya gratifikasi itu tidak selalu merupakan pelanggaran hukum, untuk lebih jelasnya mengenai gratifikasi saya kutip sebagian dari situs KPK:

 A. DEFINISI DAN DASAR HUKUM

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pengecualian:
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan yang Mengatur Gratifikasi

Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
 Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,

Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK

Penjelasan Aturan Hukum

Pasal 12 UU No. 20/2001:

·       Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: 

·       Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

·       Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

 

Untuk menentukan apakah gratifikasi itu merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak tentunya yang paling berkompeten dalam menilai adalah penegak hukum, akan tetapi kita sebagai orang yang tidak buta huruf dan dapat membaca tentunya juga dapat menilai sendiri apakah Ahok dan Hasan Nasbi telah  melakukan pelanggaran hukum atau tidak.

 -  Apakah Ahok telah menerima fasilitas gratis?, menurut saya tidak diragukan lagi ya, Ahok telah menerima fasilitas tersebut sejak ia mengendorse Teman Ahok untuk mengumpulkan KTP sebanyak 1 juta, dan Ahok juga secara terbuka mengakui mengenal dekat dengan Hasan Nasbi pemodal teman ahok.

-  Apakah Ahok melaporkan dan mengembalikan pemberian fasilitas gratis tersebut ke KPK?, setahu saya tidak.

-  Apakah pemberian fasilitas gratis tersebut patut diduga berhubungan dengan jabatannya? Ini yang perlu diselidiki lebih lanjut oleh penegak hukum, tapi kalau saya pribadi ketika ada konsultan politik yang memberikan sumbangan 500 juta+sewa kantor+jasa konsultansi paket lengkap pemenangan pilkada gratis yang nilainya miliaran rupiah, tentunya akan curiga, dan saya akan mempertanyakan apakah konsultan politik ini memberikan berbagai fasilitas gratis tersebut dengan dana sendiri atau dari dana orang lain yang punya keterkaitan dengan jabatan saya, atau bahkan apa mungkin konsultan Politik dan PR ini mengincar proyek sosialisasi Pemprov yang triliunan rupiah nilainya.

-   Tapi Teman Ahok adalah badan hukum tersendiri dan terdaftar di departemen Kumham, tidak ada kaitannya dengan Ahok atau Cyrus Network. Praktek pengalihan tanggung jawab dengan menciptakan badan hukum yang seolah2 tidak ada kaitannya adalah biasa dan KPK sudah sering menghadapinya, ingat kasus videotron yang melibatkan anak menteri, dimana OB dijadikan Dirut perusahaan pemenang lelang?, dan itu tidak menghalangi penegak hukum untuk melanjutkan kasus tersebut (dan saya terus terang berharap anak2 muda tidak bersalah yang disebut sebagai pendiri teman ahok ini juga tidak terkena masalah hukum, karena mereka hanya dimanfaatkan saja)

-  Mungkin saja sebenarnya Ahok sendiri yang mendanai Teman Ahok cq Cyrus Network, apa salahnya mendanai kampanye sendiri dengan uang halal. Diberbagai media Ahok secara terbuka telah menyatakan bahwa ia tidak keluar uang sepeserpun untuk mendanai Teman Ahok.

-    Apa salahnya sih Ahok menerima bantuan gratis dari Hasan Nasbi/Cyrus Network, toh bukan berupa uang?. Ahok adalah pejabat negara, seperti yang anda lihat dari kutipan situs KPK diatas, bahwa gratifikasi adalah: Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

 Melihat berbagai fakta, aturan hukum, dan contoh kasus diatas, tentunya kita dapat melihat bahwa sebenarnya sudah tersedia berbagai bukti permulaan yang cukup bagi penegak hukum untuk memulai penyelidikan apakah terjadi pelanggaran hukum atas pemberian berbagai fasilitas gratis dari Hasan Nasbi tersebut kepada Ahok, atau tidak, akan tetapi sejauh ini saya belum melihat ada keperdulian dari KPK atau penegak hukum lainnya untuk menyelidiki kasus ini. 

Saya tidak tahu mengapa KPK ataupun penegak hukum lainnya memperlakukan kasus ini berbeda dengan kasus Anas Urbaningrum sebelumnya, apakah Ahok yang merupakan Gubernur DKI petahana merupakan warga Negara kelas satu sementara Anas Urbaningrum yang waktu itu hanya anggota DPR biasa adalah warga Negara kelas dua?, sehingga tidak layak mendapat perlakuan yang sama, atau mungkin profesi konsultan politik itu terlalu suci dimata media sehingga penegak hukum tidak berani menyelidiki aliran uangnya, mengingat apa yang terjadi di kasus Anas Urbaningrum pun, hanya Anas yang dinyatakan bersalah menerima  gratifikasi, sementara pemberi gratifikasinya dibiarkan begitu saja.

Saya merasa mesti mengingatkan kembali kepada pembaca, bahwa kasus pemberian fasilitas gratis dari Hasan Nasbi ini terlalu besar dan rumit untuk di analisa oleh saya yang hanya orang biasa dan bukan penegak hukum, akan tetapi menurut saya demi mewujudkan prinsip keadilan yang layak bagi seluruh WNI hal ini mesti paling tidak menjadi perhatian serius bagi penegak hukum, mengingat fakta - fakta yang mencurigakan sudah jadi berita umum, dan bukan tidak mungkin hal ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap hal2 lain yang lebih besar, dan apabila ternyata memang ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Cagub petahana dibiarkan saja, hanya karena alasan Cagub tersebut populer (dan mungkin kepopuleran tersebut salah satunya dikarenakan faktor pemberian fasilitas gratis berupa konsultansi politik sebelum masa kampanye dimulai), hal ini dapat menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Dan saya rasa bukan hanya saya sendiri yang bertanya2 seperti ini, saya berharap jurnalis2 senior yang belum terkooptasi oleh media2 sampah seperti mbak Unilubis, ataupun Pakar2 hukum seperti Prof Romli Atmasasmita dapat memberikan investigasi ataupun ulasan yang lebih baik.

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun