Saya berusaha mencari padanan kata "congruent" dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, Congruent diterjemahkan sebagai "sama dan sebangun" dan di-Indonesiakan sebagai "kongruen".
Topeng-topeng Kehidupan
Membahas fenomena menjadi manusia yang kongruen, adalah hal yang sangat menarik. Â Pertanyaannya, apakah Anda telah menjadi manusia yang kongruen dalam hidup ini?Â
Sadarkah Anda, hidup akan menjadi terasa sangat membebani dan berat saat Anda sebenarnya tidak kongruen atau tidak seimbang dalam berbagai segi kehidupan Anda?
Sadar atau tidak kita selalu menggunakan topeng dalam menjalankan kehidupan. Saat di hadapan anak, kita mengenakan topeng. Saat ngobrol dengan suami atau istri kadang kita juga mengenakan topeng tertentu. Apalagi saat kita menghadapi orang lain di luar, di kantor, di meeting bisnis, kita mengenakan topeng tertentu.
Tak heran jika banyak pasangan yang kebingungan, mengapa saat di luar, pasangannya menjadi seorang pribadi yang hangat dan ramah sedangkan di rumah pasangannya hanya diam, dan lebih banya membaca koran. Hal ini terjadi karena si suami mengenakan topeng yang berbeda pada berbagai kesempatan yang berbeda.
Padahal, semakin banyak "topeng" yang ada kenakan dalam berbagai peristiwa membuat hidup kita semakin lelah dan menjadikan kita sebagai manusia yang tidak seutuhnya. Mengapa? Karena apa yang kita jalankan adalah "memainkan peran".Â
Kita memainkan peran tertentu di momen-momen yang berbeda. Sehingga pada akhir hari, kita akan merasa lebih lelah secara batin karena berbagai peran tersebut.
Parahnya, peran tersebut akan membuat kita semakin bingung dan bertanya-tanya kepada diri, siapakah sebenarnya diri saya yang sejati? Dan ketika kita mencari kebahagiaan, kita akan semakin bingung karena jati diri kita sendiri memiliki banyak versi dan kita tidak jelas mana sesungguhnya yang merupakan diri kita yang sejati.
Berani Menjadi Kongruen
Bagi saya, menjadi manusia yang kongruen adalah pilihan yang tepat dan bijaksana. Tapi, apakah itu kongruen? Kongruen memiliki makna "sama" dan "sebangun".Â
Dalam arti dalam setiap momen kehidupan, Anda menjadi diri sendiri yang sejati, tanpa memakai topeng. Anda berani memunculkan diri apa adanya, dengan siap menanggung segala risiko dan konsekuensinya.
Memang, memunculkan diri apa adanya tentu menimbulkan suatu ketakutan tersendiri. Karena kita tahu diri kita tidak sempurna, dan kita tahu dengan jelas kelemahan-kelemahan yang kita miliki.Â
Kita takut jika diri kita yang apa adanya adalah sosok yang tidak menarik, tidak akan disukai orang, bahkan bisa membuat kita menjadi pribadi yang menjadi sorotan banyak orang.
Namun di sinilah letak masalahnya. Banyak orang hidup memakai topeng. Mengapa? Karena kita hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Kita berharap dengan memakai topeng yang tepat dalam lingkungan yang tepat akan membuat kita, diterima bahkan akan menjadikan diri kita lebih populer. Nah, ekspektasi inilah yang memotivasi seseorang mengenakan topeng.
Tapi, ada juga yang mengenakan topeng karena ada yang disembunyikan. Merasa tidak nyaman dengan siapa dirinya sebenarnya sehingga perlu memakai topeng untuk menutupi hal tersebut. Orang tersebut sebenarnya memakai topeng juga untuk "menipu" dirinya sendiri, bukan sekadar demi opini dan penerimaan dari pihak lain.
Kini, saya menantang Anda untuk memiliki sikap hidup yang kongruen. Artinya tampillah di manapun, di depan siapapun, sebagai diri Anda sendiri. Tidak mengenakan topeng. Menjadi jati diri Anda yang sejati. Truly become yourself.
Menjadi manusia yang kongruen, dalam arti, apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan akan sama dengan tindakan yang Anda lakukan. Semuanya "sama" dan "sebangun". Jika Anda merasa tidak dapat memenuhi ekspektasi seseorang maka Anda akan mengatakannya terus terang.Â
Jika Anda tidak suka akan sesuatu maka Anda juga berani mengatakan terus terang, tentu dengan cara yang sopan dan santun. Dan, agar tidak menimbulkan konflik, kita perlu pembekalan berbagai skill dan kecerdasan emosional yang memadai.
Cerdas secara emosional, bukan berarti mengenakan topeng tapi mengetahui cara yang tepat dan lugas dalam menjalankan hidup menjadi diri kita sendiri.Â
Perlu juga pembekalan berbagai skill seperti skill bagaimana mengendalikan dan mengeluarkan kemarahan, skill mengatasi konflik, skill mengutarakan dengan baik dan santun apa yang kita tidak setujui, yang semuanya akan semakin terasah jika Anda terjun menjadi diri Anda sendiri dalam hidup sehari-hari. Semakin sering berlatih, Anda akan semakin biasa.
Lalu, bagaimana melatih berbagai skill yang diperlukan dan kecerdasan emosional yang memadai tersebut? Anda bisa melakukannya dengan rajin menggali ilmu dengan membaca, atau dengan dibimbing oleh Life Conselor yang berpengalaman.Â
Kita dapat melatih kepekaan dan hidup menjadi diri saya sendiri dengan nyaman tanpa merasa takut, malu, atau terintimidasi. Dengan hidup sebagai manusia yang kongruen, maka orang-orang yang ada di sekeliling kita akan merasakan adanya ketulusan yang terpancar dari pribadi yang apa adanya.
Berbekal ketulusan menjalani hidup, kita akan menerima juga banyak ketulusan dari orang-orang di sekeliling kita. Sehingga kita menjadi manusia yang hidup lebih "ringan", berbahagia dan merasa puas. Dan pada akhirnya apa yang kita rasakan akan dirasakan juga oleh dunia sekitar kita.Â
It is contagious. Hal ini akan menular ke lingkungan di sekeliling kita. Dan jika dunia kecil di sekeliling kita juga hidup secara kongruen, maka lama kelamaan kita tentu merasakan bahwa dunia yang kita tinggali menjadi dunia yang lebih indah. Lepas dari kemunafikan dan hidup dalam sukacita yang penuh ketulusan satu sama lain.
Salam Sejahtera,
Elly Nagasaputra, MK, CHt
www.konselingkeluarga.com
Konseling Diri dan Pernikahan
Jadikan Konseling sebagai Gaya Hidup Anda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H