Mohon tunggu...
Vent Indo
Vent Indo Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Sulap Suara

Saya seorang anggota seniman sulap suara Komunitas Ventrilokuis Indonesia yang mencakup dari berbgai profesi. Mulai dari Pendongeng, sulap, badut, pendakwah, pendeta, hingga profesional.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Beda Pendongeng, Puppeter, dan Ventrilokuis dalam Memainkan Boneka (Sebuah Telaah Subjektif)

8 Agustus 2024   12:56 Diperbarui: 9 Agustus 2024   13:54 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Antara Foto

Di era terdahulu ada juga yang menyebut boneka sebagai DUMMY, namun belakangan ini mulai ditinggalkan, karena berkonotasi negatif apalagi untuk audiens anak-anak.

Para ventrilokuis memposisikan vent-figure sebagai partner dalam pertunjukkan mereka.

Sumber Gambar: Instagram @arayogaswara
Sumber Gambar: Instagram @arayogaswara

Hal ini tentu saja menyebabkan adab mereka dalam memperlakukan partner mereka tersebut sangat berbeda dengan para puppeteer atau para pendongeng.

Sebuah boneka ventrilokuis bahkan seringkali diajak diskusi atau malah beradu argumen dengan ventrilokuisnya. Layaknya partner manusia.

Berbeda dengan para puppeteer yang menyembunyikan seluruh badannya dari pandangan audiens, ventrilokuis malah tampil terlihat bersama bonekanya di atas pentas.

Lantas bagaimana para ventrilokuis tetap menjaga ilusi boneka hidupnya?

Pertama, ia harus menjadikan dirinya bagian dari pertunjukkan, sehingga kehadirannya di atas pentas menjadi penting. dan menentukan.

Ventrilokuis dan bonekanya memerankan dua individu yang berbeda, berbagi dialog serta merangkai konflik yang menarik dalam pertunjukannya.

Kedua, tidak seperti Puppeteer, alih-alih menyembunyikan diri, ventrilokuis hanya menyembunyikan fakta bahwa dialah sebenarnya yang mengisi suara boneka.

Teknik yang digunakannya adalah menahan gerak bibir dan rahang (still-lipsing) ketika memberi suara pada boneka,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun