Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ngomongin Pangan Lokal Bareng Repa Kustipia, dari Gastronomi Indonesia hingga Mataram Kuno

16 Oktober 2023   10:36 Diperbarui: 16 Oktober 2023   17:35 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau kita baca Serat Centini dalam sebuah bab yang menyangkut komoditas pangan atau masakan itu, misalkan jamu atau pecel, ternyata saling bersinggungan dan berhubungan," ungkapnya.

Adapun pecel, sebagaimana yang kita kenal seperti sekarang ini, tak lepas dari migrasi masyarakat zaman Mataram Kuno ke berbagai daerah.

Menurut Repa, dari literatur yang dibacanya, migrasi masyarakat pada waktu bukan saja manusianya, melainkan benih-benih sayur turut dibawanya yang kemudian ditanam di tempat di mana mereka berimigrasi. Karenanya, tak heran apabila pecel di setiap daerah memiliki coraknya tersendiri.

Repa mencontohkan pecel khas Surabaya, semanggi suroboyo. Seperti namanya, pecel tersebut memiliki daun semanggi sebagai ciri khasnya. Selain semanggi, penjualnya pun memiliki ciri khas tertentu. Biasanya penjual semanggi suroboyo ini menggunakan kain jarik.

"Jadi kalau nemuin mbok-mbok yang pakai kain jarik terus jualan pecel, itu bisa dipastikan dia jualan pecel semanggi suroboyo. Nah, mengapa harus kain jarik? Karena menurut mereka kain jarik masih memiliki filosofi-filosofi dari pewayangan," ujarnya.

Lain di pecel lain pula lotek. Dikatakan Repa, masyarakat Sunda cenderung memilih sayuran atau buah-buahan yang dingin. Sebab, preferensi mereka terhadap daya kecap membutuhkan cita rasa dari komoditas-komoditas itu. Tak heran kalau masyarakat Sunda sangat suka sekali dengan rujak.

"Adanya pecel yang berbeda-beda juga bisa dilihat faktor-faktor ekologis dan budaya, atau antropologi biasa menyebutnya cultural ecologist" jelasnya.

Sementara bila dilihat dari komposisi pangan, jumlahnya mencapai ratusan yang dibagi ke dalam beberapa komoditas. Kemudian dari dari komoditas itu dikelompokan kembali ke dalam nilai gizi.

Misalnya, ada kelompok karbohidrat, kemudian protein nabati, protein hewani, ada juga golongan buah-buahan, baik yang berbiji maupun tidak berbiji. Lalu ada juga sayuran hijau dan sayuran merah, yang mana keduanya ada kelompok-kelompok tersendiri. Pun termasuk ikan, yang masuk ke dalam kelompok baru yang disebut dengan pangan air atau blue food.

"Juga soal bumbu yang sekarang ngga cuma rempah-rempah, tapi lebih kepada rasa. Ada rasa-rasa baru dari bumbu campuran. Misalnya, kalau dulu kita sebut bumbu tuh ada banyak jenisnya, ada bawang merah bawang putih. Kalau sekarang bawang merah dan bawang putih ada yang dicampur, atau flavour bawang," paparnya.

"Ada juga flavour bawang dicampur oregano dan seledri, itu sudah mix and mix, jadi ngga tahu tuh namanya gimana. Biasanya yang disebut nama merknya. Begitu cara konsumen sekarang menyebut 'bumbu'. Kecuali yang tradisional," imbuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun