Pabrikan sepatu besar, Adidas, baru saja merilis serial terbaru mereka UltraBoost DNA City Pack dengan menyematkan motif wayang kulit pada desainnya.
Akan tetapi, hal tersebut justru menuai kritik dari netizen Indonesia karena Adidas Singapura menuliskan "Wayang Kulit, bagian penting dari identitas dan warisan budaya Malaysia."
Tidak lama setelah itu, akhirnya pihak Adidas Singapura (@adidasssg) meminta maaf dan mengganti 'caption' dengan menambahkan Indonesia sebagai negara asal warisan budaya wayang kulit.
"Originating from Indonesia, Wayang Kulit has inspired other parts of Southeast Asia," tulis @adidassg, pada unggahan terbarunya itu.
Sebagaimana kita ketahui, seperti dikutip dari kompas.com, pada tahun 2003 Wayang Kulit sudah diakui oleh UNESCO sebagai bagian kebudayaan Indonesia.
Wayang Kulit juga masuk ke dalam kategori warisan budaya tak benda asli Indonesia.
Menariknya, karena permasalahan ini justru menambah diskusi baru di media sosial: apakah selama ini kita sudah dan/atau masih membudayakan Wayang Kulit?
Padahal masih segar dalam ingatan, jika setiap tanggal 7 November ditetap sebagai Hari Wayang Nasional dan Dunia oleh UNESCO.
Kompasianer Indra Mahardika sempat menulis tentang pengalamannya terakhir kali menonton pagelaran Wayang, yakni dulu, 20 tahun lalu, saat masih SD --itupun karena ada salah satu keluarga yang mengadakan hajatan.
Itu masih mending, bahkan saat Kompasianer Indra Mahardika menanyakan pada teman-temannya malah ada yang belum pernah menonton sama sekali.
Mereka tahu apa dan seperti apa Wayang Kulit itu, tapi tidak pernah menontonnya langsung.
Dari jawaban-jawaban yang Kompasianer Indra Mahardika dapatkan, ada poin pertama yang menjadi kendala adalah bahasa.
"Kendala tersebut karena masyarakat Indonesia tergolong heterogen. Ingin menonton atraksi wayang kulit namun tidak paham apa yang disampaikan karena terkendala bahasa," tulis Kompasianer Indra Mahardika.
Jika itu dari sisi penikmat Wayang Kulit, bagaimana bagi pelakunya? Bukan dalang --yang mementaskan wayang-- melainkan pembuatnya.
Kompasianer Nanang Diyanto sekali waktu pernah mengunjungi Isyanto, seorang pengrajin Wayang yang cukup kenamaan.
"Banyak foto-foto pejabat yang pernah berinteraksi dengannya, presiden SBY, pejabat-pejabat tinggi di kepolisian dan TNI," tulis Kompasianer Nanang Diyanto.
Wayang buatannya tersebut dibuat dari kulit kerbau yang didatangkan dari Jawa Tengah.
Pasalnya, karakteristik kulit kerbau dari Jawa Tengah paling bagus, baik tekstur, tingkat kekeringannya, warna, sampai kerataan tebal tipisnya.
Oleh karena itu, tidak heran jika Wayang Kulit buatannya itu jadi buruan para kolektor: dari detail hingga kehalusannya membuat harga sangat mahal.
Sedangkan pada perayaan Hari Wayang Sedunia tahun ini, Kompasianer Mbah Ukik melaporkan kegiatan dari Padepokan Seni Mangun Dharmo di Desa Tulus Besar, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
"Pagelaran yang cukup unik dengan lakon Lahirnya Abimanyu sengaja mengangkat dan memberi kesempatan pada dalang-dalang muda hasil didikan Ki Sholeh Adi Pramono," tulis Kompasianer Mbah Ukik.
Dalang-dalang yang mentas ini beragam: dari yang terkecil berusia 5 tahun hingga mahasiswa ISI jurusan pedalangan.
Pagelaran ini, lanjutnya, bukan sekedar untuk merayakan Hari Wayang Dunia tetapi, ucapan syukur para seniman dan budayawan Malang.
Jadi, pagaleran tersebut merupakan apresiasi atas Penghargaan Wayang Kulit Gagrak Malangan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H