Meski belum ada tanda-tanda turunnya kasus penurunan covid-19, Â Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) RI resmi memutuskan tahun ajaran baru sekolah akan tetap dimulai pada Juli 2020.
Banyak pertanyaan masyarakat setelah penetapan tersebut, seperti apakah aktivitas belajar-mengajar akan kembali dilakukan secara tatap muka di kelas? Jika ya, bagaimana protokol kesehatannya?
Untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA/SMK sudah bisa melakukan kegiatan di kelas, akan tetapi itupun jika kabupaten/kota masuk ke zona hijau. Sedangkan untuk tingakat SD baru akan dimulai bula berikutnya.
Jika masih belum bisa dilakukan, rasa-rasanya infrastruktur teknologi untuk kebutuhan belajar belum memadai. Inilah yang kemudian menjadi polemik pada pekan ini.
Selain dimulainya tahun ajaran baru 2020/21, pada pekan ini Kompasiana juga diramaikan konten mengenai perkembangan pandemi covid-19 di Indonesia kasus positif kembali meningkat hingga prospek industri makanan beku.
Inilah 5 konten menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:
1. Kalian Belajar "Online", Kami "Oh Lain"
Mulainya tahun ajaran baru 2020/21 membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka di Sekolah kini berubah drastis.
Solusi yang ditawarkan saat ini yakni kembali melakukan gerakan belajar di rumah seperti 3 bulan belakangan ini.
Akan tetapi, menurut Kompasianer Wardy Kedy, pembelajaran dari rumah pada akhirnya memaksa tenaga pendidik ataupun siswa harus beradaptasi terhadap situasi ini.
"Hal tersebut dikarenakan mayoritas institusi pendidikan kita belum terbiasa menggunakan pembelajaran dalam jaringan (daring)," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Maaf Bu Guru, Hari Ini Anak Kami Absen Dulu
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar Dari Rumah (BDR) ini punya tantangan tersendiri, terutama bagi orangtua pekerja.
Yang menjadi perhatian Kompasianer David F. Silalahi tentu ketika orangtua sudah kembali bekerja di kantor, Ayah berangkat ke kantor, Ibu berangkat bekerja juga, lalu anak seperti apa nasibnya?
"Misalkan laptop ada, namun orangtua yang mendampingi tidak ada, kalaupun pembantu rumah tangga (ART) belum tentu mampu mendampingi anak pada kelas online," tulis Kompasianer David F. Silalahi.
Untuk anak yang sudah mampu mandiri, mungkin tidak terlalu masalah, tetapi biasanya fokus anak-anak akan sulit ketika tidak ada yang mendampingi. (Baca selengkapnya)
3. Perspektif Menuju Tatanan Hidup Baru
Harapan agar Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) segera berakhir nampaknya tetap masih menjadi angan. Faktanya: kasus positif kembali meningkat.
Hal tersebut besar kemungkinan karena gelombang kasus tersebut tidak lain datang dari ketidakpatuhan masyarakat terhadap aturan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah terkait dengan pencegahan persebaran Pandemi ini.
Sederhananya, menurut Kompasianer Gayuh Ilham, kesadaran akan taat protokol kesehatan semakin berkurang.
"Dalam konsep ini, pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan lebih proporsional lagi terkait dengan adanya Covid-19 yang makin meresahkan, bisa dilakukan dengan tahapan pengkajian lebih mendalam terhadap kebutuhan," lanjutnya.
Lalu apa yang bisa dilakukan agar upaya mewujudkan kehidupan normal baru bisa segera terlaksana? (Baca selengkapnya)
4. Industri Makanan Beku di Indonesia dan Prospek ke Depan
Belum lama ini kebutuhan dan permintaan akan makanan beku mulai banyak kita temui di manapun, dari pasar tradisional hingga supermarket.
Berdasarkan pengalaman, Kompasianer Freddy Kwan yang sudah cukup mengamati industi makanan beku berbagi pandangannya.
"15-10 tahun lalu, berapa banyak konsumen yang berpikiran untuk membeli makanan beku? Tidak banyak," tulisnya.
Selain makanan beku olahan sapi/ayam/ikan, kini di Jabodetabek, sudah bisa ditemui paket nasi dan lauk yang dibekukan. Tinggal masukkan dalam microwave, dan bisa langsung dinikmati tanpa repot memasak.
Semakin banyaknya varian produk yang dijual melalui proses pembekuan bisa jadi merupakan gambaran prospek makanan beku di kemudian hari. (Baca selengkapnya)
5. Bersiaplah Pebisnis Warnet Bernasib Sama dengan Wartel
Pada masanya, usaha warung telekomunikasi (Wartel) adalah primadona. Sebuah usaha yang menjanjikan meski telepon umum tersebar di banyak tempat.
Namun, seiring berjalannya waktu, banyak wartel tutup, telepon umum tidak lagi dipakai, dan orang-orang sudah menemukan alat komunikasi yang lebih murah dan mudah: telepon genggam.
Sama halnya seperti usaha warung intenet (warnet) yang mungkin bernasib serupa dengan Wartel di kemudian hari?
ungkinkan pengusaha Warnet akan bernasib sama dengan Wartel di kemudian hari?
Kompasianer Indra Mahardika melihat potensi itu ada dengan melihat beberapa hal yang membuat masyarakat mulai meninggalkan Warnet sebagai tempat berinternet atau bermain game online.
"Sudah banyak usaha warnet yang memilih beralih ke usaha lain atau tumbang di tengah jalan karena tidak mampu bersaing di tengah kemudahan zaman," tulisnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H