Ketika wacana pemberlakuan "New Normal" akan dimulai oleh Pemerintah Indonesia, ternyata menuai pro dan kontra masyarakat.
Akan tetapi, sejatinya pemberlakuan "New Normal" di Indonesia itu lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Itu juga sempat diutarakan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto bahwa "New Normal" adalah perubahan budaya. (Misalnya) Selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan, dan seterusnya.
Hal itu juga akan berdampak pada beberapa sektor kehidupan, dari pekerjaan hingga transportasi umum yang digunakan.
Selain kabar mengenai wacana pemberlakuan "New Normal", pada pekan ini Kompasiana juga diramaikan topik-topik lain seperti perayaan lebaran hingga cara mengatur anak menggunakan gawainya.
Inilah konten-konten menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:
1. Menyambut New Normal, Sesiap Apa Kondisi Transportasi Kita?
Ketika Pemerintah sudah membuat ancang-ancang untuk membuka kembali aktivitas seperti biasa, tentu saja, sebelum itu masih dan sudah ada kelompok masyarakat yang tetap bergerak ke luar dari rumahnya.
Kelompok masyarakat inilah yang mesti bekerja, keluar rumah, untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Kompasianer Carlos Nemesis, kebanyakan golongan masyarakat yang tetap bekerja ke luar rumah ini adalah kelompok pekerja kerah biru yang tidak bisa work from home seperti pekerja kantoran kebanyakan.
Namun, ada yang perlu diperhatiakan ketika mereka mesti keluar rumah, yakni moda transportasi umum yang digunakan. BUtuh kesiapan dan perhatian khusus dalam menjalankan "New Normal", tentu saja.
"Kesiapan ini dapat tercerminkan dari upaya komitmen pemerintah dalam memastikan pelayanan transportasi umum tetap dapat berjalan optimal dalam waktu mendatang," tulisnya. (Baca selengkapnya)
2. Megawati Sekeluarga dalam Balutan Songke
Mungkin ada yang luput dari perhatian kita dalam perayaan Lebaran kali ini, yakni ketika keluarga Megawati Soekarnoputri mengenakan kain songke ketika hari lebaran.
Hal tersebut diunggah oleh Ketua DPR-RI, Puan Maharani lewat akun Instagram miliknya.
Ini menjadi menarik ketika Kompasianer Reba GT melihat bahwa kain songke yang dikenakan hadir sebagai gagasan dialogis yang indah, kaya akan makna dan memukau.
"Kain tenun songke merupakan salah satu penanda karakteristik dan identitas orang Manggarai. Keberadaanya sangat integral dengan kehidupan," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
3. Mendobrak Kiblat Bisnis Perawat di Tengah Corona
Perubahan business mindset, menurut Kompasianer Ridha Afzal, di tengah wabah Covid-19 ini sungguh masif.
Akan tetepi, secara umum dunia pendidikan keperawatan tergolong terlambat menjemput fenomena bisnis. Secara umum, sekali lagi lanjutnya, perawat tidak diajar bagaimana berbisnis.
Keresahan tersebut ia tulis tentang bagaimana lulusan perawat rata-rata dididik untuk langsung bisa kerja di RS, klinik, atau balai kesehatan.
"(Oleh karena itu) Profesi keperawatan sangat merasakan makna bisnis ini setelah adanya corona. Betapa penting makna ide dan kreativitas dalam bisnis," tulisnya. (Baca selengkapnya)
4. Anak Main Gawai, "Memang Gue Pikirin!"
Pada era kekinian, gawai jadi satu "teman baru" bagi anak-anak kita. Mereka seperti tidak bisa terpisahkan oleh anak-anak, terlebih, ketika banyak kegiatan yang dilakukan hanya di rumah.
Lantas, bagaimaan orangtua bisa mengontrol kebiasaan anak-anak bisa terus-menerus, bahkan lebih akrab dengan gawainya daripada orangtua?
Kompasianer Imanuel Tri berpendapat, anak lebih banyak meniru perilaku yang ada lingkungan. Lingkungan inilah, lanjutnya, guru paling efektif bagi anak-anak.
"Ia akan meniru anak-anak yang lain. Ia akan meniru kakak-kakaknya. Dan ia juga akan meniru orang tuanya."
Lalu jika orangtua ingin melarang sungguh tidak adil bagi anak-anak.
"Jangan melarang anak-anak menggunakan gawai. Jika dilarang anak-anak akan terpisah dari dunia nyata sekarang ini. Bukankah anak-anak juga butuh aktualisi diri?" tulisnya. (Baca selengkapnya)
5. Burnout pada Konten Kreator, Tanda Lelah dan Butuh Rehat?
Burnout ini merupakan kondisi di mana individu merasa lelah secara mental dan fisik yang mengakibatkan stres yang berulang.
Hal tersebut mungkin tanpa disadari atau tidak oleh para konten kreator mereka alami. Namun, bukan tidak mungkin, Â "burnout" bisa terjadi dalam banyak aspek kehidupan yang lain.
Ada beberapa kemungkinan atau kejadian, menurut Kompasianer Ardy Firmansyah, Â yang bisa menjadi penyebab seseorang mengalami "burnout".
Pekerjaan harus dikerjakan secara baik dan cepat, misalnya, agar mereka bisa menyelesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan.
"Jika "deadline" dan pekerjaan mereka semakin banyak, seseorang akan mengalami gejala dari kondisi "burnout"," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H