Perubahan business mindset di tengah wabah Covid-19 ini sungguh massive. Dalam tahap awal, sangat terasa. Dari sisi profesi keperawatan tidak terkecuali.Â
Dulu, saat masih duduk di bangku kuliah, saya amati di negeri ini, selalu ada mahasiswa di usia muda yang menggeluti bisnis. Terlepas dari besar kecil ukuran bisnisnya, kegiatan semacam ini layak mendapatkan apresiasi. Bahwa ide memang tetap berkembang betapapun manusia hidup dalam kukungan. This is not about money!
Secara umum, dunia pendidikan keperawatan tergolong terlambat menjemput fenomena bisnis. Secara umum perawat tidak diajar bagaimana berbisnis.Â
Lulusan perawat rata-rata dididik untuk langsung bisa kerja di RS, klinik, atau balai kesehatan. Beberapa tahun belakangan ini saja muncul mata kuliah entrepreneurship.
Itupun, masih bisa dihitung dengan jari, kampus yang mengajarkan materi kuliah ini secara intensif. Terlebih, diberikan materinya diberikan oleh dosen yang bukan pelaku bisnis.Â
Materi bukan diberikan oleh ahlinya. Padahal, entrepreneurship bukan sekadar berbisnis menjual produk dan dapat untung. It is about idea, expertise and selling skills.
Profesi keperawatan sangat merasakan makna bisnis ini setelah adanya corona. Betapa penting makna ide dan kreativitas dalam bisnis.Â
Ide sangat penting, lantaran tidak seharusnya ada pembatasan terhadap ide perkembangan profesi. Terbatasnya ruang lingkup bisnis dalam dunia klinisi akan mematikan praktisinya.
Benar bahwa cikal bakal keperawatan di Indonesia ini bermula dari dunia kedokteran. Namun, sesudah besar, mestinya keperawatan harus berani menentukan nasib serta diri sendiri.Â
Kreativitas juga demikian, perawat dituntut mampu mengembangkan potensi ilmu dan pengetahuan yang diperoleh agar tidak terkurung dalam paradigma lama dalam dunia kerja.
Selama ini, konsep klasik pendidikan keperawatan kita, "mengekor" profesi kedokteran. Inilah yang membuat ide dan kreativitas perawat "mati‘.Â
