"Kalau tepatnya kurang tahu, tapi kalau dari nama jalannya, ikutin aje jalan ini terus," jawab seorang bapak-bapak tadi.
"Iye," timpal salah seorang bapak lainnya, "nanti kalo udeh ketemu jalan gede, tanya-tanya lagi aje."
"Ayo, buruan, nanti keburu ondel-ondelnya berangkat ngamen," ajak Kevin, menyusul.
Sambil pamit dan mengucapkan terima kasih, langkah kaki kami sedikit lebih dipercepat. Seingat Havis, sekitar pukul 2 siang mereka akan mulai berangkat dari sanggar. Itu sudah pukul 1 lewat dan mau tidak mau kami mesti sampai sana. Jika tidak, semua ini akan percuma.
***
Jalan besar itu akhirnya terlihat juga. Kami tinggal keluar dari gang kecil itu dan sampai lokasi.
Namun, tak lepasnya aku memerhatikan keadaan sekitar. Dari sebuah gang kecil itu tampak rumah-rumah saling berhimpitan, anak kecil yang tengah diomeli oleh ibunya dan orang yang saling menyapa antar-tetangga.
Kalau sudah tua dan tidak lagi bekerja, kataku pada Kevin, rasa-rasanya tinggal di daerah seperti ini menyenangkan.
***
Orang-orang tengah bergegas sambil membopong ondel-ondel dari sanggar ke atap mikrolet. Gerobak kecil yang sudah tersedia pemutar musik didorong ke ujung jalan, menyusul ondel-ondel tadi. Ternyata tidak hanya satu, ada beberapa sanggar ondel-ondel di sana.
"Mirip kampung ondel-ondel ya, Bang?" tanyaku, kepada pemilik Sanggar Ondel-ondel Cahaya Kelvin.