Orang Malaysia, tulisnya, kalau membunyikan klakson itu artinya dia sedang marah atau kesal dengan pengendara lain. 'Hon' istilah yang digunakan orang Malaysia untuk menunjukkan ketidaksukaan di jalan raya.
Sedangkan di Jerman beda lagi. Menurut Gaganawati, di Jerman itu ada tiga jenis suara klakson yang sering terdengar. Pertama, untuk menandakan pengendaran lain tidak melamun dan cepat untuk maju.
"Biasanya di lampu merah yang lampunya sudah hijau tapi mobil di depan kita masih saja nongkrong," katanya.
Kedua, untuk menandakan sedang ada yang menikah. Ini biasanya pada pawai kendaraan mobil yang tidak saja di jalan raya namun sampai gang-gang kecil.
Ketiga, bunyi klakson pasca tim sepakbola menang. Konvoi suporter ini akan mengiasi jalan raya dengan rombongan mobil yang lengkap dengan bunyi klakson. Orang-orang Jerman tidak heran dan bahkan mungkin memaklumi hal semacam ini.
Lantas, bagiamana dengan di Indonesia?
Setiap orang pasti pernah merasakannya. Baik itu sebagai pengguna klakson yang aktif, maupun yang pasif; diklakson.
Listhia HR, misalnya, sebagai pengguna motor ia termasuk yang pelit menggunakan klakson motornya.
"Selama berkendara paling gak sampai lima kali, tiga kali juga jarang sih. Seringnya malah nol alias tidak pernah membunyikannya sama sekali. Menekan klakson yang paling sering dilakukan justru  ketika sudah sampai di rumah, dengan tujuan agar segera di bukakan garasi. Itu juga sekali aja. Haha. Kode-kode orang rumah gitu!"
Listhia HR sadar, meski sederhana penggunaan klakson yang tidak sesuai fungsi bisa membuat pengendara lain jadi malah panik, jadi tergesa-gesa pun dikhawatirkan justru malah membuat celaka.
Menggunakan klakson, bagi Listhia HR, adalah soal prinsip berkendara.