Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Menghidupkan (Kembali) Khazanah Fiksi Islami

13 Juni 2018   15:35 Diperbarui: 14 Juni 2018   18:07 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal-hal yang (tampak) indah itu, sayangnya, hanya ada di mimpi. Dan pada mimpi itulah Novi memberikan kekuasaan pada tokoh cerita untuk bisa berdialog dengan Tuhan.

Ini yang mungkin ingin Novi jawab sendiri dari pertanyaan itu:

Aku berdoa agar aku tetap mempunyai perasaan seperti ini, meski aku harus beraktifitas dan berhubungan dengan kesibukan dunia dan manusia. Namun perasaan bahagia bersama Allah begini jangan sampai dihilangkan. Selalu berkomunikasi dengan Allah begini membuat percaya diri yang besar, karena merasa ditemani dimanapun berada.

***

Tubuh-tubuh tegap melangkah mantap
Berlalu tanpa hati
Melewati tanpa nurani
Biasa saja, entah itu hal biasa
Atau mungkin nyawa tak lagi yang utama

Penggalan bait itu diambil dari puisi Tangan yang Berkelindan untuk Kemunafikanyang ditulis oleh Efa Butarbutar. Puisi tersebut menceritakan bagaimana manusia yang, kadangkali, acuh dalam melihat fenomena (yang mungkin bukan lagi fenomena) sosial: tunawisma.

Dari puisinya, Efa ingin mengingatkan:

Tentang kebohongan dari mereka yang muncul di pekatnya malam
Mengabaikan daging letih terbungkus lembaran mahal. 

Diam. Tegas Efa kemudian. Kata itu menegaskan dan (sekaligus) memantapkan.

Pendekatan akan pembelajaran agama, barangkali, bisa lebih masif dengan seperti ini: cerita-cerita yang mampu menggairahkan pembacanya. Fiksi, pada umumnya, mungkin bisa menghidupkan kekosongan itu.

Namun, tidak perlu berharap banyak jua. Anggap saja laiknya pesan Danarto dalam cerpennya Godlob:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun