***
Bagaimana rasanya mengikuti THR Kompasiana? Menulis tanpa jeda dengan tema yang berbeda setiap harinya. Jika boleh sedikit menduga, dalam sebulan ini seperti ada libur satu hari bukan? Yha. Ketika temanya tentang "Fiksi Ramadhan".
Jika membaca keseluruhan naskah yang masuk hari itu (30/5) ada kesamaan yang kentara: kehidupan sosial masyarakat menjalani ramadhan.
Bahkan jika ditarik lebih jauh hampir keseluruhan membahas akan hari-hari selama ramadhan. Menariknya: kita jadi tahu bahwa cara beribadat masyarat Indonesia itu seru; cenderung mengajak bergembira.
Satu di antara adalah cerpen yang ditulis Fifin Nurdiyana, Kurma. Berkisah tentang ketangguhan anak perempuan bernama Aminah yang bekerja keras demi untuk menopang kebutuhan hidup keluarganya.
Cerita bermula ketika Aminah memberikan dompet yang terjatuh saat ia mengantar kue-kue ke warung titipan tetangganya. Dari hasil penjualan kue itu Aminah diberi upah.
Namun nasib berkata lain hari itu: kebaikan mengantarkannya pada keberkahan. Sekotak kurma untuk ibunya pada akhirnya bisa ia dapat dengan cuma-cuma. Berkah ramadhan selalu datang kapanpun, di manapun dan kisah apapun.
Meski tidak ada kebaruan dalam bentuk estetik, namun cerita itu bisa melatardepani realisme atau potret sosial masyarakat kita. Dalam cerita itu juga diberitahu detil dari satu babak ke babak lainnya yang memungkinkan orang ikuti. Bahkan runut.
Atau jika membaca karya-karya (alm) Danarto. Ia mengambil jalan-jalan sufisme, yaitu pengembaraan batin. Secara khusus, ia menuliskannya dalam kumpulan cerpeb Godlob, debutnya dalam kepenulisan sastra. Sejak itu, baik naskah drama, catatan perjalanan, novel hingga esai selalu seputar pergulatan batin.
Dalam cerpen Mimpi saat Ramadhan yang ditulis Novi Septiana pun menceritakan pergulatan dan pengembaraan batin yang menarik.
Aku juga melihat bunga-bunga warna-warni, padang rumput hijau luas sekali dengan air mancur, hatiku lebih bahagia lagi. Lalu ada sajadah yang terhampar di padang rumput itu.