Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penurunan Jumlah Sperma Tanda Awal Kepunahan Manusia?

27 Juli 2017   18:47 Diperbarui: 27 Juli 2017   21:50 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dusun Brau. Dokumentasi Komapsianer Hery Suprianto.

Jakarta - Proses reproduksi manusia tentu melibatkan pasangan pria dan wanita. Pria membuahi sel telur pada rahim wanita dengan spermanya. Tapi sebanyak 185 hasil studi menerangkan bahwa terjadi penurunan jumlah sperma dalam kurun waktu 40 tahun belakangan ini. Apakah ini awal dari kepunahan manusia?

Ulasan ini adalah salah satu artikel pilihan Kompasiana hari ini. Selain itu ada juga laporan dari Dusun Brau, sebuah daerah terpencil yang memproduksi susu sapi berkualitas di Kota Batu, Jawa Timur.

Berikut ini ulasan selengkapnya dari artikel pilihan Kompasiana hari ini.

1. Penurunan Jumlah Sperma dan 'Kepunahan' Umat Manusia

Ilustrasi. National Geographic
Ilustrasi. National Geographic
Sebuah penelitian yang berdasarkan 185 hasil studi memperlihatkan fakta yang cukup mencengangkan. Hasil penelitian ini menyebutkan selama 40 tahun terjadi penurunan jumlah sperma manusia. Kondisi ini bisa saja mendorong kepunahan manusia.

Meski hasil penelitian ini disikapi beberapa pakar dengan skeptis, para peneliti tetap memberi peringatan jika kelak kondisi sperma terus berkurang jumlahnya. Fenomena ini terjadi karena beberapa faktor seperti buruknya pola hidup, lingkungan, juga pengaruh zat kimia terhadap kesehatan.

Penurunan konsentrasi sperma ini bahkan mencapai angka 52,4 persen selama 40 tahun dan banyak terjadi pada laki-laki di Amerika Utara, Eropa, Australia dan Selandia Baru.

Selengkapnya

2. Jangan Sepelekan Bunga Kamboja di Kuburan!

Ilustrasi. Selingkaran.com
Ilustrasi. Selingkaran.com
Pernah berkunjung ke pemakaman? Apa Anda menemukan bunga Kamboja di sana? Ternyata bunga yang identik dengan pemakaman atau kuburan ini memiliki fungsi dan nilai ekonomi. Ternyata satu kilogram bunga Kamboja bisa dihargai antara 50 hingga 100 ribu rupiah oleh para pengepul.

Untuk apa? Ternyata guguran bunga Kamboja ini digunakan untuk membuat minyak wangi aroma dan benda-benda lainnya.

Selengkapnya

3. Mengapa Produksi Film Perlu Riset?

Ilustrasi. TechinAsia
Ilustrasi. TechinAsia
Setiap produksi film tentu memerlukan riset terlebih dahulu sebelum diproduksi. Apa alasannya? Sebenarnya riset dalam produksi film pada dasarnya bergantung pada kebutuhan film itu sendiri. Misalnya, film tentang perilaku orang gila. Maka diperlukan riset nyata tentang orang gila dan kehidupannya, bahkan juga pada tataran medis.

Film dokumenter dan film sejarah sangat mutlak untuk dibuat riset yang mendalam. Terkait dengan sumber-sumber sejarah, saksi-saksi sejarah, bukti-bukti peristiwa sejarah, gaya bahasa yang digunakan, benda-benda atau artefak-artefak peninggalan sejarah, dan semua yang terkait dengan peristiwa sejarah yang kita film-kan.

Jika kita menginginkan sebuah film yang ideal, tentu riset menjadi tahap yang tidak bisa kita tinggalkan. Karena riset menjadi bahan untuk menemukan kebenaran historis, sekaligus logis, dan kebenaran etis.

Selengkapnya

4. Memutus Lingkaran Setan Dunia Pendidikan di Kawasan 3T

Ilustrasi. Kompas.com
Ilustrasi. Kompas.com
Lingkaran setan bisa menjerat siapa saja dan apa saja, termasuk masalah pendidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Setiap guru yang diangkat menjadi PNS, tentu mendapat penugasan di daerah tertentu termasuk 3T ini. Namun apabila guru tidak tertarik untuk mengajar di kawasan 3T, maka dunia pendidikan di sana tidak akan maju.

Inilah yang menjadi lingkaran setan dalam pendidikan di kawasan 3T. Tidak sedikit guru yang menolak penempatan di daerah ini dengan bermacam alasan. Padahal jika lingkaran setan ini terputus maka besar kemungkinan adanya kemajuan di sektor pendidikan juga kesehatan daerah 3T.

Selengkapnya

5. Dusun Brau, Daerah Terpencil Penghasil Susu Sapi Perah Utama di Kota Batu

Dusun Brau. Dokumentasi Komapsianer Hery Suprianto.
Dusun Brau. Dokumentasi Komapsianer Hery Suprianto.
Kota Batu dan sekitarnya merupakan daerah dataran tingggi yang berhawa dingin yang cocok untuk habitat sapi perah. Ada yang menarik bahwa penghasil susu di Batu ini berasal dari sebuah dusun yang begitu terpencil. Dapat dikatakan bahwa inilah dusun yang sebagian besar penduduknya sebagai peternak sapi perah selain sebagai petani.

Dusun Brau terletak pada kaki bukit yang lebih populernya dengan sebutan Gunung Banyak, yang bagi para wisatawan merupakan tempat yang tidak asing lagi yang dikenal tempat wisata paralayang. Kawasan di Gunung Banyak ini memang indah dan mempesona, kita bisa melihat panorama Kota Batu dari kejauhan.

Boleh dibilang Dusun Brau ini adalah dusun yang mandiri dalam mengelola potensi daerahnya. Sebagai sentra penghasil susu di Batu cukup membantu dalam memenuhi persediaan susu di antara konsumsi susu di masyarakat yang masih rendah.

Selengkapnya

(yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun