Selain Kompasianer Saean, ada juga Meldy Muzada Elfa yang menyatakan senada. Ia juga menilai bahwa kejadian ini memang bukti kecerobohan administrasi negara.
"Jikalau dari awal hal ini diketahui, tidak patutlah menunjuk beliau sebagai salah satu jajaran menteri. Namun tindakan pemberhentian secara hormat pun seharusnya tidak diambil secara buru-buru karena beliau sudah terlanjur sebagai menteri dengan latar belakang dan prestasi yang patut diacungi jempol," tulis Meldy.
"Jika memang ada kesempatan menurut konstitusi untuk kembali menjadi WNI sebaiknya hal tersebut yang diusahakan," lanjutnya.
Namun sebenarnya, status WNI Arcandra Tahar bisa saja pulih kembali dengan syarat diskresi presiden. Sebelumnya ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa status Arcandra bisa saja pulih melalui pasal 20 Undang-undang No. 12 Tahun 2006 yaitu dengan memberikan status WNI karena Arcandra dinilai berjasa.
Tapi hal ini dinilai tidak tepat oleh Ahli hukum tata negara Refly Harun. Menurutnya pasal tersebut diperuntukkan bagi warga negara asing.
"Pemulihan harus cepat. Kalau memang tidak ada pasal yang cocok untuk pemulihan beliau, maka dibutuhkan diskresi Presiden dengan dukungan DPR," ujar Refly dikutip dari Kompas.comÂ
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Kompasianer Luhut Simor menilai bahwa apa yang menjadi polemik ini bukanlah bagian dari kecerobohan administrasi negara. Ada beberapa poin yang menurutnya menjadi alasan, pertama adalah sejak reformasi terjadi kecenderungan pelemahan PNS/ASN, sebab banyaknya pemimpin non birokrat lebih suka dengan kebijakan politik.
"Kedua kata-kata KKN hingga saat ini semakin merajalela yang menyebut kekuasaan adalah administrasi negara. Ketiga terlalu banyak pejabat nasional senang dengan permainan peraturan daripada aturan main sesuai konstitusi," tulis Luhut.
Kemudian alasan keempat menurutnya adalah pelemahan administrasi ini seolah disengaja untuk memuluskan kelompok politik atau orang kaya pemegang politik untuk mengaburkan rencana birunya untuk mengganti uang hilang dan popularitas/pencitraan.
Dan alasan terakhir yang dikemukakan Luhut adalah bukan soal peraturannya yang tidak ada tetapi jalur non birokratnya pun perlu dituntun.
"Negara ini adalah NKRI, katak-kata K perlu dijelaskan pada legislator, tim sukses dan LSM agar jelas mau dibawa ke mana negara Republik Indonesia ini," ujar Luhut.