"Sama sekali tak menghargai idealisme anak muda yang menginginkan pemimpin yang tidak tunduk pada parpol," tulis Sulistyawan.
Ia menambahkan, ini bukanlah perkara soal siapa gubernurnya, melainkan gerakan politik yang mandiri tanpa pengaruh parpol.
"Dengan banting stir ke parpol menunjukkan Ahok takut kalah. Padahal berjuang itu risikonya dua sisi, berhasil dan gagal. Itu hukum alam dan Ahok tak percaya diri dengan dukungan Teman Ahok," lanjutnya.
Contohnya adalah Herman R. Soetisna. Ia berpendapat bahwa memang pada awalnya tujuan relawan Teman Ahok adalah untuk mengantar Ahok agar bisa mencalonkan diri lagi dalam Pilgub mendatang. Karena ketika itu dikhawatirkan tidak ada satu pun partai yang mau untuk menyokong. Tapi kemudian setelah terbukti dengan jumlah KTP yang terkumpul.
"Karena itu pendapat saya sih langkah Ahok memilih jalur partai adalah jalan yang paling realistis. Kalau ditakutkan bahwa Ahok akan manut aja kepada partai pendukung, saya rasa tidak," tulis Herman.
"Dulu saja terbukti bahwa Ahok malah memilih keluar dari Gerindra karena ybs tidak mendukung pilkada lewat perwakilan. Para relawan Teman Ahok pun tidak perlu 'mutung' karena yang penting Ahok bisa maju dalam pilgub bukan?" tutup Herman.
Pendapat seperti inipun diamini oleh pengamat politik Para Syndicate, Toto Sugiarto. Menurutnya keputusan Ahok untuk maju dalam Pilgub melalui jalur parpol dinilai sebagai langkah yang tepat.
"Jika tetap melalui perseorangan malah akan melalui jalan terjal verifikasi KTP yang bisa membuat terjungkal sebelum masuk arena (pilgub)," ujar Toto dikutip dari Kompas.comÂ
Ia menambahkan, jika tetap memaksa maju dalam jalur perorangan maka Ahok akan cukup menghadapi kesulitan. Dan parpol adalah jalur yang sangat aman untuk melenggang kembali dalam pertarungan DKI-1 daripada melaui jalur independen.
"Jadi pilihan Ahok ini merupakan pilihan yang baik dan rasional agar bisa masuk arena pilkada," lanjutnya.