Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilih Jalur Parpol, Benarkah Ahok Ingkar Janji?

22 Agustus 2016   10:54 Diperbarui: 22 Agustus 2016   17:46 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basuki Tjahaja Purnama. Kompas.com

Ahok telah memutuskan, pada Pilkada 2017 mendatang ia tidak akan melaju sebagai calon independen. Deklarasi Partai Golkar, Hanura dan Nasdem mengubah keputusan Ahok. Ia memilih untuk melaju melalui jalur parpol.

Keputusan ini tentu menuai berbagai pandangan. Pasalnya, selama lebih dari satu tahun kelompok relawan Teman AHok berjuang keras mengumpulkan 1 juta KTP untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama melalui jalur perseorangan.

Keputusan Ahok yang memilih parpol ketimbang jalur perseorangan ini ketika itu menjadi topik yang hangat dibincangkan dan diperdebatkan. Kompasiana pun membuat jajak pendapat tentang hal ini. Dengan melontarkan statement bahwa "Pilih jalur parpol, Ahok ingkar janji," sebanyak 8 Kompasianer mengatakan sependapat dengan pernyataan ini dan 9 Kompasianer lainnya memberi pendapat berbeda.

M. Reza Rifki salah satu yang menyatakan bahwa ia sependapat dengan statement yang dilontarkan Kompasiana. Bahkan menurutnya keputusan Ahok ini memperlihatkan bahwa ia lebih mementingkan kekuasaan dan ambisi.

"Ahok tujuannya mementingkan kekuasaan. Ambisiusnya dia akan mencalonkan menjadi gubernur Jakarta sangat ngotot. Padahal kasus sumber waras yang belum tuntas dan juga cenderung ditutupi bukti yang ada," tulis Reza.

Dipilihnya jalur parpol oleh Ahok untuk maju ke Pilkada 2017 mendatang memang sempat mendapat reaksi negatif dari beberapa pihak. Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro pun menilai keputusan ini adalah tindakan "blunder" yang dilakukan Ahok.

Menurutnya, seharusnya Ahok terus konsisten meneruskan perjuangannya lewat jalur perorangan yang sejak awal telah dipilih. Karena langkah tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar pada elektabilitas dan kepercayaan masyarakat atas Ahok.

"Menurut saya blunder. Belum apa-apa sudah meninggalkan relawan," ujar Siti sebagaimana diberitakan Kompas.com 

Lebih jauh Siti menilai bahwa jika kemudian ada pihak-pihak yang meminta atau menuntut pengembalian KTP dukungan maka hal ini sangat wajar. Karena pasti ada saja yang kecewa karena keputusan ini. Ia juga menilai bahwa Ahok lupa pada dampak psikologis dari semua yang telah dikerjakan bersama Teman Ahok.

"Sekuat apapun dana yang nantinya digelontorkan partai, kalau masyarakat merasa terkhianati, mulai ada taruhan, hal yang prinsip. Selesai," kata Siti.

Kekecewaan pun diperlihatkan oleh Kompasianer Sulistyawan Dibyo Suwarno. Keputusan Ahok memilih jalur parpol dianggap menyamakan fungsi parpol dan relawan sebagai kendaraan politik semata.

"Sama sekali tak menghargai idealisme anak muda yang menginginkan pemimpin yang tidak tunduk pada parpol," tulis Sulistyawan.

Ia menambahkan, ini bukanlah perkara soal siapa gubernurnya, melainkan gerakan politik yang mandiri tanpa pengaruh parpol.

"Dengan banting stir ke parpol menunjukkan Ahok takut kalah. Padahal berjuang itu risikonya dua sisi, berhasil dan gagal. Itu hukum alam dan Ahok tak percaya diri dengan dukungan Teman Ahok," lanjutnya.

Jessi Carina Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengenakan rompi Teman Ahok pemberian Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Kompas.com
Jessi Carina Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengenakan rompi Teman Ahok pemberian Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Kompas.com
Kendati demikian tidak sedikit juga yang menilai bahwa keputusan yang dibuat Ahok adalah tepat. Sebagaian besar dari mereka mengatakan bahwa langkah Ahok dengan memilih partai politik membuat jalan menuju DKI-1 menjadi sangat mulus dan hampir tidak ada hambatan.

Contohnya adalah Herman R. Soetisna. Ia berpendapat bahwa memang pada awalnya tujuan relawan Teman Ahok adalah untuk mengantar Ahok agar bisa mencalonkan diri lagi dalam Pilgub mendatang. Karena ketika itu dikhawatirkan tidak ada satu pun partai yang mau untuk menyokong. Tapi kemudian setelah terbukti dengan jumlah KTP yang terkumpul.

"Karena itu pendapat saya sih langkah Ahok memilih jalur partai adalah jalan yang paling realistis. Kalau ditakutkan bahwa Ahok akan manut aja kepada partai pendukung, saya rasa tidak," tulis Herman.

"Dulu saja terbukti bahwa Ahok malah memilih keluar dari Gerindra karena ybs tidak mendukung pilkada lewat perwakilan. Para relawan Teman Ahok pun tidak perlu 'mutung' karena yang penting Ahok bisa maju dalam pilgub bukan?" tutup Herman.

Pendapat seperti inipun diamini oleh pengamat politik Para Syndicate, Toto Sugiarto. Menurutnya keputusan Ahok untuk maju dalam Pilgub melalui jalur parpol dinilai sebagai langkah yang tepat.

"Jika tetap melalui perseorangan malah akan melalui jalan terjal verifikasi KTP yang bisa membuat terjungkal sebelum masuk arena (pilgub)," ujar Toto dikutip dari Kompas.com 

Ia menambahkan, jika tetap memaksa maju dalam jalur perorangan maka Ahok akan cukup menghadapi kesulitan. Dan parpol adalah jalur yang sangat aman untuk melenggang kembali dalam pertarungan DKI-1 daripada melaui jalur independen.

"Jadi pilihan Ahok ini merupakan pilihan yang baik dan rasional agar bisa masuk arena pilkada," lanjutnya.

Kompasianer lain yang mendukung keputusan Ahok ini adalah Aleksandr. Ia melihat, pilihan yang diambil Ahok dengan menggunakan parpol sebagai pengusung bukanlah fakta bahwa ia ingkar janji. Ini malah memperlihatkan bahwa betapa kentalnya intrik politik yang tidak kenal ampun.

"Awalnya 'Suara rakyat adalah suara Tuhan' sekarang menjadi 'Suara parpol suara Tuhan'. Kita bisa lihat sendiri ketika Jokowi-JK memegang tampuk pemerintahan. Betapa sulitnya mereka saat memajukan suatu RUU tertentu di level DPR dan DPRD. Itu presiden mayoritas full. Apalagi ini, niat menolong rakyat malah ditenggelamkan," tulis Aleksandr.

Meski demikian keputusan sudah diambil dan sudah tidak mungkin lagi untuk kembali pada jalur independen. Tinggal kita lihat 2017 nanti siapa yang akan menjadi tonggak utama dan menara komando DKI-1. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun