Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Buah Simalakama Rokok, antara Kesehatan dan Pendapatan Negara

14 Juni 2016   17:00 Diperbarui: 4 Oktober 2021   12:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya setuju untuk regulasi di dua pihak, tidak hanya pada perusahaan rokok saja tetapi juga pada perokok. Saat ini kesadaran untuk tidak merokok ternyata tidak berkurang meskipun sudah ada peringatan mengenai bahaya merokok di setiap bungkusnya. Jadi, perokok pun harus diberi penyadaran lebih untuk hal ini," tulis Riap.

Memang, jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok bisa menyebabkan adiksi atau kecanduan negatif. Tidak heran jika banyak orang yang sudah tahu bahaya merokok tetapi tetap saja menghisapnya.

Bahkan seorang dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan, Agus Dwi Susanto mengatakan, merokok itu seperti menyalakan dinamit.

"Merokok itu seperti menyalakan sebuah dinamit yang suatu saat akan meledak. Meledaknya berupa penyakit," kata Agus dikutip dari Kompas.com

Sejumlah penelitian pun sudah cukup membuktikan bahaya rokok bagi kesehatan. Bukti nyata juga dirasakan langsung para korban yang akhirnya berhenti merokok setelah sakit.

Silang pendapat tentulah hal biasa. Termasuk dalam polemik pengurangan jumlah rokok dan perokok di Indonesia ini. Tidak sedikit pihak yang menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu mengurangi jumlah rokok di Indonesia dengan alasan juga akan mengurangi pendapatan negara.

Contohnya Kompasianer Luhut Simor, menurutnya rokok adalah salah satu sektor pendapatan negara yang harus dipelihara, bukan dikurangi. Karena dari sinilah Indonesia bisa mendapatkan devisa dari cukai yang jumlahnya tidak sedikit.

"Iklan anti rokok biaya baru, lapangan kerja baru dibalik kebencian rokok. Kenapa tidak dibuat saja larangan total 'Indonesia Bebas Tembakau atau Nol Tembakau' agar jangan jadi polemik, demikian, terimakasih," tulis Luhut.

Pemikiran serupa juga muncul dari Kompasianer Huda, alasannya sama yaitu pengurangan rokok berarti juga mengurangi jumlah pendapatan negara. Menurutnya seharusnya ada alternatif lain yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan hal ini.

"Tidak sepakat, selamatkan kretek, selamatkan indonesiaku, terimakasih kretek. Penghasilan negara perhari terbesar adalah tembakau, sehat ataupun sakit sebenarnya berasal dari fikiran," ungkap Huda.

Memang benar, jika melihat dari data pendapatan, Indonesia mencatatkan diri di urutan pertama sebagai negara dengan pendapatan ekspor terbesar di dunia dari produksi tembakau. Data ini adalah pada tahun 2012. Setidaknya sebesar 624,6 juta dolar didapat Indonesia dari 180,5 miliar batang rokok. Tentu saja ini adalah angka yang fantastis untuk sebuah pendapatan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun