Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Pandangan Kompasianer Setelah 18 Tahun Reformasi

1 Juni 2016   16:07 Diperbarui: 1 Juni 2016   16:11 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivis 98 akhirnya menggelar orasi di depan gerbang Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Selasa (24/6/2014). Tribunnews

Seyogyanya reformasi adalah cara untuk melakukan perbaikan dari berbagai jenis keburukan yang berpengaruh pada perkembangan suatu negara. Dan dengan berdirinya KPK yang  fokus pada pemberantasan korupsi, dan terus melakukan tindakan tersebut hingga beberapa petinggi harus tinggal di BUI.

Jika ada pelemahan kewenangan KPK, dan kasus korupsi bakal lari kemana. Kepada siapa yang akan menindaklanjuti kasus tersebut sebagai cara pembersihan korupsi dari tubuh pemerintah.

3. Degradasi Pasca Reformasi

Reformasi 98. Harianterbit
Reformasi 98. Harianterbit
Era reformasi memang membawa banyak perubahan. Merujuk pada artikel karya Satria Zulfikar Rasyid tampaknya bukan cuma hukum dan politik saja yang mengalami perubahan. Namun semangat mahasiswa masa kini juga mengalami degradasi visi intelektual yang akut.

Menurutnya jika dulu melihat suatu ketimpangan maka semua elemen mahasiswa akan agitasi perlawanan, namun kini, agitasi aktivis ibarat dagang obat di pasar, didengar namun tidak dibeli.

Mahasiswa yang dulunya menjadi momok yang menakutkan bagi birokrasi ataupun elit politik, kini berubah menjadi mitra setia. Kausalitas awal (sebabnya) tentu karena stimulus. Stimulus tidak hanya berupa uang, tetapi hubungan emosional maupun janji.

Mahasiswa umum (non organisasi) juga berubah wujud, metode berpikir kritis kini telah hilang. Refrensi utama mahasiswa adalah refrensi yang diberikan dosen. Tidak ada upaya kritis untuk mengkajinya.

Satria menambahkan, mahasiswa dibangunkan wadah untuk berhimpun dan tetap dalam akar partai, jadilah mahasiswa underbow partai. Jika telah menjadi milik partai, maka khitah mahasiswa bukan lagi sebagai agen kontrol kebijakan, namun menjadi humas partai tempat berafiliasinya. Banyak degradasi pasca reformasi.

4. Pasca Reformasi, Label Etnis Minoritas Harusnya Tidak Ada Lagi

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM Ribuan umat Tridharma dan wisatawan hingga Kamis (13/2/2014) lalu masih memadati perayaan Cap Go Meh
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM Ribuan umat Tridharma dan wisatawan hingga Kamis (13/2/2014) lalu masih memadati perayaan Cap Go Meh
Jika berbicara masalah etnis minoritas, maka yang terlintas dalam benak adalah warga keturunan Tionghoa. Tahun 2000 Presiden Gus Dur mencatat keputusan bersejarah dgn Inpres No.6/2000 yg menyatakan Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif dan mengizinkan Etnis Tionghoa untuk mejalankan ritual keagamaan dan adat istiadat Tionghoa.

Presiden Megawati kemudian mensahkan Imlek sebagai Hari Libur Nasional mulai thn. 2003 dgn Keppres No. 19/2002. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melengkapi kebahagiaan etnis Tionghoa dgn Keppres No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yg menegaskan Warga Tionghoa yg lahir di Indonesia adalah 'bangsa Indonesia asli".

Rusli Sucioto mencatat bahwa sensus penduduk 2010 etnis Tionghoa mencapai angka 3,7 persen dengan angka sekitar 8,8 juta jiwa. Sejauh bangsa kita melangkah harus diakui masih tersimpan rasa curiga, bisa jadi itu warisan kolonialisme dengan politik devide et impera, atau warisan Orde Baru yg menempatkan etnis Tionghoa untuk menguasai bidang perdagangan saja.

Sebagian menuduh etnis Tionghoa menganut paham chauvinisme, yaitu paham yg mengagungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain, sehingga etnis Tionghoa terkesan eksklusif dan tidak mau berbaur. Jelas anggapan ini salah karena etnis Tionghoa sendiri menyimpan trauma karena sering menjadi sasaran jikalau ada kemarahan massa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun