Sebuah artikel menarik ditulis oleh Susy Haryawan. Ia mengatakan demo buruh yang biasanya berpusat pada keinginan peningkatan kesejahteraan, tahun ini tidak seheboh tahun sebelumnya. Kemudian ada beberapa hal yang disorot dalam artikelnya ini.
Pertama, menurutnya gaya hidup pengusaha dan buruh. Buruh adalah mitra yang sepantasnya sejajar. Memang hal ini sangat utopis menurut Susy, namun ketika kemanusiaan hadir tentu pengusaha akan memperlakukan buruhnya dengan sepantasnya.
Kedua, tenaga kerja asing. Momen ini sangat tepat melihat bagaimana reaksi yang sangat berlebihan ketika ada lima tenaga asing ditangkap di kawasan Halim beberapa waktu lalu. Ada dikaitkan dengan mobilisasi masa menjelang pilkada, katanya tenaga kerja kita masih banyak yang nganggur mengapa memakai tenaga asing.
Ketiga, tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Mengapa Malaysia? Karena banyak tenaga kerja Indonesia yang gelap dan tidak memiliki ketrampilan di negara ini. Timur Tengah, Asia Timur, relatif lebih baik dan terdidik, paling tidak lebih resmi.
Banyak kisah diuraikan di Kompasiana mengenai hal ini. negara selama ini abai, anak negeri malah harus susah payah ke luar negeri untuk sesuatu yang belum jelas juga. Apalagi yang di dalam sini malah berkutat pada hal yang sudah didapat namun masih kurang.
Susy sepakat bahwa kesejahteraan buruh harus layak dan bisa menjamin kehidupan yang baik. Namun tentu perlu juga realistis dan tidak berlebihan. Pemerintah harus hadir menjembatani sehingga buruh dan pengusaha sama-sama untung dan sama-sama menang.
3. May Day ala Kreuzberg, Berlin
Kompasianer Denina menuliskan sebuah reportase yang menarik. Ia melaporkan bagaimana peringatan Hari Buruh Internasional di Kreuzberg, Berlin Mitte. Menurutnya, ada sekitar 6.000 polisi yang diturunkan di area ini untuk pengamanan.
Denina mengatakan bahwa ada sekitar 20 ribu orang yang turun ke jalan dalam memperingati May Day. Jika melihat dari sejarah, pada 1 Mei tahun 1987 pernah terjadi kerusuhan parah yang melanda Kreuzberg dan polisi Berlin. Namun kejadian ini ditutupi pers dunia lantaran beriringan dengan ketegangan politik sayap kiri pada saat itu.
Dalam merayakan May Day, para buruh justru menikmati cuaca cerah musim semi dengan festival jalanan yang banyak mengangkat tema menarik. Bahkan ada  berbagai makanan dari belahan dunia dengan harga terjangkau, band dan musik gratis, serta kampanye positif.