Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inilah 7 Suara Kompasianer di Hari Kartini

25 April 2016   11:06 Diperbarui: 25 April 2016   20:54 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi. Sumber: womensecret"]

[/caption]Satu tulisan menarik diguratkan oleh Tjiptadinata Effendi. Menurut pendapatnya dalam artikel yang ditulis, isi dari surat-surat Kartini ternyata menerangkan bahwa Kartini sedang meratap. Menengok kondisi bangsanya yang tercabik.

Contohnya dalam kalimat “Agama yang seharusnya justru mempersatukan semua manusia, sejak berabad-abad menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah yang sangat ngeri” dalam Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902.

Kekuatiran Kartini memang benar. Agama kini dipelintir dan dinistai oleh segelintir orang untuk meraup keuntungan pribadi. Agama kemudian dijadikan arena untuk adu domba sesama umat beragama.

Tjipta juga menegaskan jika ingin merayakan Hari Kartini maka pahamilah isi hatinya. Tidak ada salahnya jika merayakan Hari Kartini dengan kebaya atau berpakaian ala Kartini. Kemudian menulis dan membacakan puisi yang merupakan simbol kebangkitan kaum perempuan juga patut dihargai. Namun yang tidak kalah penting adalah memahami, menghayati dan mengaplikasikan pesan-pesan moral yang diutarakannya lewat surat-surat.

Pada Hari Kartini setidaknya sebait isi suratnya mampu menggugah dan mencerahkan hati untuk menempatkan agama di tempat yang mulia.

7. Kepada Kartini yang Bangun Siang Hari

Giri Lumakto memiliki pandangan berbeda menyikapi Hari Kartini ini. Menurutnya, Kartini di era gadget sudah sangat berbeda. Kartini yang dahulu digambarkan seorang perempuan berani kini penerusnya menjadi pemalas yang bangin di siang hari.

Bahkan Kartini-kartini muda pun meminta lebih banyak waktu untuk tidur. Alasan utamanya tentu mereka lelah. Lelah bersekolah, dll.

Jadilah mereka Kartini muda di masa depan, ibu-ibu rumah tangga yang bangun siang. Anak mereka bangun lebih dahulu dari mereka. Sarapan tidak usah lagi dibuat oleh tangan handal seorang ibu. Cukup pergi keluar dan membeli sarapan. Kartini modern boleh saja tidur seharian. Jika dan hanya jika ia bekerja semalam suntuk.

--- 

Itulah beberapa artikel dari Kompasianer dalam menyambut Hari Kartini 21 April kemarin. Semoga esensi sesungguhnya dari Hari Kartini bisa kita maknai dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun