Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inilah 7 Suara Kompasianer di Hari Kartini

25 April 2016   11:06 Diperbarui: 25 April 2016   20:54 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan salah satu rekannya mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang langsung anti ketika menyatakan gender, atau jika ada kata gender langsung identik pada perempuan.

Menurut Kartika memang benar, ketika ada kata gender, dipastikan disposisi akan langsung diberikan kepada perempuan. Namun daya antipati ini bisa dikurangi bergantung pada pola komunikasi kita.

Pemahaman di otak perempuan mengenai kesetaraan gender harus benar-benar matang, sehingga mampu menjelaskan kesetaraan gender dengan komunikasi yang lebih baik. Sehingga dapat menjelaskan dengan berbagai padanan kata yang lebih dipahami kaum laki-laki yang katanya lebih resisten terhadap pemahaman ini.

Ia juga menyarankan pada kaum pria agar segera meninggalkan pemiliran bahwa wanita statusnya berada di bawah pria. Tinggalkan pola pikir bahwa wanita terlalu emosional, wanita tidak jago strategi bahkan wanita tidak berani mengambil risiko dan keputusan.

5. Berjumpa dengan Para "Kartini"

21 April nin ternyata beberapa wanita menyinggahi rumah Hendri Teja. Tapi bukan hadir secara fisik, melainkan hadir dalam susunan kalimat yang membentuk beberapa buku.

Hendri berkisah soal beberapa novel yang ia baca. Tentu saja novel atau buku ini bersangkutan dengan Hari Kartini yang tengah diperingati.

Buku pertama adalah Kartini: Kisah yang Tersembunyi. Dalam buku ini diceritakan bahwa surat-surat Kartini ternyata berkisah lebih luas lagi. Banyak yang ia tulis mengenai sosial, otonomi, persamaan hukum dan pendidikan. Melalui novel ini, penulisnya Aguk Irawan MN juga bertutur tentang seorang perempuan yang dituduh antek-antek Yahudi tetapi menginspirasi.

Buku kedua berjudul Namaku Dahlia. Menceritakan tentang perempuan yang berasal dari dusun Lubuk Beringin. Buku ini berkisah tentang stigma perempuan Melayu kampung yang dibinasakan dengan cara paling santun--belajar sambil beraktivitas.

Ketika perempuan lain di dusun memutuskan pergi ke kota atau menjadi TKW, mereka justru memilih beratahan dan membangun harapan. Dahlia meyakinkan bahwa tidak harus ke kota untuk menjadi jutawan.

Buku ketiga berjudul Pinangan dari Selatan. Novel ini berkusah tentang warisan dendam beradab-abad pada 66 gadis keturunan Yang Mulia Dombu. Gadis ini harus memulihkan keseimbangan semesta dengan membunuh 666 laki-laki jahat dalam jangka 66 purnama.

Menurut Hendri, membaca kisah Kartini dalam buku tersebut membuatnya semakin sepakat pada novel guratan Fitrawan Umar yang berjudul Yang Sulit Dimengerti Adalah Perempuan.

6. Kartini Meratap!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun