Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

7 Sudut Pandang Kompasianer di Balik Panama Papers

21 April 2016   13:30 Diperbarui: 21 April 2016   23:19 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi Panama Papers. Sumber : dw.com"][/caption]Belum lama ini sebuah dokumen yang dibeberkan oleh konsorium jurnalis investigasi internasional ramai diperbincangkan. Bukan sekadar dokumen tapi ini adalah sebuah kumpulan data dan daftar nama orang-orang dari berbagai negara yang menyimpan uangnya lewat perusahaan offshore. Tentu saja demi menghindari pembayaran pajak.

Dalam dokumen tersebut tercatat setidaknya 140 nama politisi termasuk pemimpin negara dan mantan pemimpin negara, selebriti hingga bintang olahraga.

Ketika memasukkan kata kunci "Indonesia" dari dokumen tersebut muncul sebanyak 2.961 nama individu maupun perusahaan. Bahkan beberapa nama pengusaha dan politisi yang tenar di negeri ini juga tercatat dalam dokumen tersebut.

Tentu saja ini menimbulkan polemik. Panama Papers seolah membuat gejolak di mana-mana, bukan hanya di Indonesia. Polemik ini mengundang perhatian berbagai pasang mata, termasuk juga Kompasianer.

Ada banyak sekali artikel di Kompasiana yang membahas tentang skandal ini dan tentu saja ditulis dengan berbagai gaya bahasa serta sudut pandang. Dan inilah, 7 sudut pandang Kompasianer yang menelisik di balik skandal Panama Papers.

1. "Panama Papers" dan FIFA

Kegaduhan Panama Papers berlanjut ke berbagai aspek dan bidang. Termasuk olahraga. FIFA juga ikut menjadi sorotan ketika mantan sekjen UEFA Gianni Infatino ada dalam daftar nama bocoran Panama Papers.

Hal inilah yang disoroti oleh Kompasianer Trisno Utomo. Memang pada 6 April lalu, kepolisian Swiss menggeledah markas badan sepakbola Eropa (UEFA) setelah diketahui ada nama Gianni Infatino dalam bocoran dokumen tersebut. Pada saat itu juga, Gianni terpilih sebagai Presiden FIFA pada Kongres 26 Februari 2016 lalu.

Tentu saja hal ini menurut Trisno akan menimbulkan dampak yang cukup panjang. Imbasnya tentu akan berujung buruk pada FIFA sebagai organisasi induk. Padahal, diduga masih banyak skandal korupsi lain yang masih belum terkuak di organisasi ini.

Dan selanjutnya Trisno meramalkan kasus ini akan berimbas pula pada kondisi persepakbolaan Indonesia. Kita sendiri tahu bahwa Indonesia tengah melakukan pendekatan pada FIFA untuk melakukan reformasi total PSSI. Kemungkinan besar setelah adanya skandal ini, proses reformasi PSSI akan semakin tidak menentu.

2. Panama Papers, Skema Serangan Balik Cerdik Amerika Serikat

[caption caption="Ilustrasi Panama Papers. Theguardian.co.uk"]

[/caption]Menanjaknya pamor Russia karena keikutsertaannya dalam Operasi Militer melawan ISIS membuat pengaruh Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat menurun. Dampak dari situasi ini, banyak negara yang kemudian menaruh kepercayaannya pada Rusia (termasuk Indonesia). Tulis Ibnu Fatkhan dalam artikelnya.

Anggapan ini memang bukan tanpa dasar, beberapa media online di Indonesia memberitakan tentang dugaan adanya hubungan antara munculnya Panama Papers dengan kekuatan Russia.

Memang, dokumen ini dibocorkan dan kemudian diolah oleh jaringan jurnalis internasional yang berbasis di Amerika Serikat. Ini seakan memberi angin segar pada Amerika untuk kemudian menjatuhkan Russia di hadapan publik.

Namun Ibnu menulis, perang data seperti ini bukan akan menjadi menjadi kerugian bagi publik tapi malah menjadi keuntungan. Publik dapat mengetahui data buruk yang diungkap. Masyarakat diuntungkan dengan transparannya informasi.

Dengan perang data, seseorang mampu membuat musuhnya jatuh secara sosial, moral bahkan psikolgis. Terlihat bahwa data adalah senjata paling mengerikan jika ingin digunakan sebagai alat perang.

3. Panama Papers dan Sikap Tanggung Jawab Bangsa Indonesia

Dalam kasus Panama Papers, ada banyak nama besar individu tercatat di sana. Berkaitan dengan hal ini berbeda-beda pula setiap pihak menyikapinya. Ada yang mundur secara langsung, tapi yang paling canggih ada di Indonesia, secara umum, ngeles dan akhirnya tidak peduli.

Lantas bagaimana cara pembuktian yang seharusnya dilakukan? Meunurut Kompasianer Susy Haryawan harus dilakukan pembuktian terbaik, jika sudah sangat mendesak. Sehingga semua orang berani jujur dan menjadi kebiasaan.

Praduga tak bersalah sebagai perlindungan hukum yang adil dipakai untuk berlindung atas kejahatan. Jika demikian dalam kasus khusus, korupsi, narkoba dan terorisme, biar saja asas praduga bersalah.

Kemudian bisa juga dilakukan pencabutan hak politik. Jangan heran maling bisa maling lagi bahkan teriak maling dan terus terusan berkuasa. Oleh karena itu pencabutan hak politik bisa jadi salah satu solusi.

4. Tak Ada Paman Gober di Panama Papers

[caption caption="Paman Gober. Sumber: McDuck"]

[/caption]Analogi menarik diulas oleh Moh. Sidik Nugraha. Ia menerangkan bahwa dalam bahasa Inggris, Paman Gober bernama Scrooge McDuck dan pertama kali muncul di Amerika Serikat tahun 1947.

Dalam cerita fiksi, Paman Gober digambarkan sebagai tokoh yang menyebalkan, kikir dan bergelimang harta. Saking menyebalkannya, Kota Bebek menunggu-nunggu ajal si bebek terkaya di dunia ini. Setidaknya itulah yang ada dalam cerita pendek "Kematian Paman Gober" karya Seno Gumira Ajidarma yang kala itu ditafsirkan sebagai sindiran pada Presiden Soeharto.

Kemudian kisah Paman Gober ini juga dijadikan sindiran untuk Newt Gingrich, anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Republik kala itu dengan menyebutnya "Uncle Scrooge".

Dalam sebuah kisah, Paman Gober pernah diceritakan ia pernah dituduh menghidari pajak. Dia memang pelit tapi tidak licik. Dia adalah sosok hartawan sejati yang tidak perlu mengalihkan kekayaannya di negara dengan pajak rendah.

Meskipun sederhana, tulisan Sidik ini cukup mewakilkan sindiran bagi nama-nama yang tercantum dalam dokumen Panama Papers ini.

5. “Warning” Presiden Jokowi tentang Nyimpan Uang di Luar Negeri Terkuak Sudah

"Kamu simpan uang di Singapura, di Swiss, berapa triliun, berapa miliar, kita semua akan tahu.” Ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara dialog publik di Balai Kartini, Jakarta Selatan, tanggal 30 Maret 2016 (kompas.com, 30/3-2016). Syaiful W. Harahap mencatut perkataan Joko Widodo dalam artikelnya.

Menurut Syaiful, peringatan Presiden Joko Widodo saat itu sangat menyentak karena selama ini data tentang nama-nama orang Indonesia yang menyimpan uang di luar negeri seolah masuk daftar "Confidential Top Secret" sehingga tidak banyak yang mengetahui.

Namun sekarang, pemerintah khususnya Ditjen Pajak memiliki akses yang luas untuk mendapat informasi keuangan soal nasabah Indonesia yang memiliki rekening keuangan di luar negeri dengan mekanisme pertukaran informasi secara otomatis.

Dengan menyimpan uang di luar negeri artinya mereka lolos pajak. Padahal, pajak adalah sektor utama penerimaan negara dalam APBN. Di sisi lain pajak juga merupakan pintu bagi rakyat miskin untuk menerima berbagai bantuan pemerintah.

Perilaku warga negara yang memilih menyimpan uang di luar negeri merupakan pebuatan yang mengabaikan nasionalisme dan toleransi sosial.

Sudah saatnya ada UU yang mengatur hukuman bagi WNI yang menyimpan uang di luar negeri dengan tujuan mengemplang pajak.

6. Refleksi Skandal Panama Papers terhadap Rencana Tax Amnesty oleh Pemerintah

[caption caption="Ilustrasi tax amnesty. Sumber: citrajasaptk.com"]

[/caption]Tidak berbeda jauh dengan korupsi. Menurut Willem Wandik kejahatan di sektor pajak pun merupakan perbuatan yang harus diperangi oleh institusi di Indonesia. Pasalnya sektor pajak merupakan sektor strategis negara yang dapat digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan. Jika pajak tidak sehat, maka negara akan menuju kebangkrutan.

Lalu perlukah Indonesia mengampuni para penipu pajak? Kejahatan pajak bukan merupakan kejahatan biasa karena menimbulkan kerugian negara. Maka seharusnya kejahatan jenis ini dapat ditindak tegas dan bukan malah masuk pada opsi pengampunan (amnesty).

Rencana pengampunan pajak juga menghadapi masalah pelaporan secara sukarela “voluntary disclosure”. Apakah pelaku bisnis Indonesia yang menyembunyikan aset diluar negeri akan dengan sukarela melaporkan kekayaannya atau tidak.

Terhadap temuan dari 899 individu/pengusaha asal Indonesia yang telah terungkap dalam laporan Panama Papers, merupakan entry point untuk masuk kedalam pengungkapan skandal perpajakan yang lebih besar di Indonesia. secara tegas, ini merupakan kejahatan/kriminal, dan bukan merupakan subyek administrasi perpajakan semata, karena berlangsung selama puluhan tahun lamanya.

7. "Panama Papers" Mahakarya Ilusi

Panama Papers adalah mahakarya ilusi. Ilusi yang begitu sempurna, begitu besar, yang mengambil alih sistem logika jutaan manusia, yang menghapus prinsip dasar keilmuan yakni skeptisme. Hakiki grafitasi tak akan ditemukan jika Newton tidak skeptis mempertanyakan penyebab kejatuhan si buah apel.

Ilusionis, menurut Dasanovi Gultom akan memberikan penikmatnya secuil perspektif kebenaran, dan kemudian mengubahnya menjadi mahakarya tipuan setelah mengambil alih logika dan cara berpikir audiens. Layaknya Wikileaks.

Panama Papers menjadi satu mahakarya ilusi bahkan jauh melampaui Wikileaks. Ini adalah sebuah karya apik dengan rencana sangat matang. Bayangkan saja informasi tersebut telah ada setahun di media jerman dengan jumlah dokumen yang mencengangkan, 11,5 juta dokumen.

Ilusi Panama Papers hanya ada satu solusi, yakni memberikan sepenuhnya aparat hukum untuk melakukan pembuktian indikasi yang mengarah kejahatan perusahaan offshore.

Perlu dicatat, sebelumnya pemerintah Indonesia telah menyatakan akan mengejar potensi pajak yang hilang di mancanegara, jadi pemerintah sudah miliki beberapa nama berdasarkan telaah undang-undang, bukannya atas dasar data Panama papers. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun