Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Haruskah Indonesia Membayar Tebusan kepada Abu Sayyaf?

14 April 2016   10:17 Diperbarui: 14 April 2016   18:57 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Anggota Kopassus bersiap melakukan apel. TRIBUNNEWS / HERUDIN"][/caption]Drama penyanderaan yang dilakukan kelompok teroris kelompok Abu Sayyaf masih belum berakhir. Tercatat sebanyak 10 Warga Negara Indonesia selama dua pekan disandera oleh kelompok radikal ini.

Mereka meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar 14,3 miliar rupiah sebagai syarat untuk membebaskan para sandera. Namun hingga saat ini belum diputuskan apakah Indonesia bersama Filipina akan mengikuti permintaan para teroris atau akan melakukan penyergapan langsung.

Pada 9 April, Sabtu lalu, Angkatan bersenjata Filipina terlibat aksi kontak senjata dengan kelompok teroris ini. Pertempuran yang terjadi selama 9 jam ini menewaskan sebanyak 18 prajurit Filipina dan 20 pemberontak dari kubu Abu Sayyaf. Namun para sandera masih belum bisa dibebaskan.

Menurut pengamat terorisme, Ali Fauzi menuturkan bahwa kelompok Abu Sayyaf sepertinya ingin memberikan pesan bahwa Pemerintah Filipina lemah dalam melakukan negosiasi dan melawan aksi mereka.

"Lebih dari itu mereka ingin menunjukkan eksis kepada dunia bahwa kelompok Abu Sayyaf masih berwujud dan ada," kata Ali dikutip dari Kompas.com

Lantas tindakan apa yang seharusnya diambil untuk menyelamatkan para sandera ini? Di satu sisi tentu kita ingin para sandera pulang ke Tanah Air dengan selamat, namun di sisi lain teroris kelompok Abu Sayyaf ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada tindakan tegas untuk mereka.

Oleh karena itu, Kompasiana melakukan jajak pendapat Pro dan Kontra dengan melontarkan opini "Indonesia Bayar Saja Tebusan untuk 10 WNI yang Disandera Abu Sayyaf". Hasilnya sebanyak 3 Kompasianer mendukung opini ini dengan berkomentar pada kolom Pro, sedangkan 5 Kompasianer memiliki pendapat sebaliknya.

Menurut Johanes Malingkas tindakan ini sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia karena dalam hal ini negara bertugas melindungi keselamatan warga negaranya di mana pun mereka berada.

"WNI itu punya hak dan kewajiban, dengan tindakan ini Indonesia telah mengaplikasikan point ikut serta berpartisipasi aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Dengan catatan apabila ini dibicarakan antar negara dengan aturan aturan internasional yang berlaku saat ini, apalagi antar negara ASEAN," tulis Johanes.

Senada dengan Johanes, Franky Adinegoro menyatakan hal serupa. Menurutnya pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan uang senilai yang diminta oleh kelompok teroris ini. Karena sebenarnya prioritas utama yang harus didahulukan adalah menyelamatkan nyawa para sandera.

"Bayar saja tebusannya. Tetapi, sembari memberikan tebusan, pastikan dulu nyawa WNI yang disandera itu benar-benar selamat. Setelah nyawa diselamatkan, baru gerombolan perompaknya diberangus oleh kekuatan militer. Ingat! Nyawa lebih penting ketimbang uang," tulis Franky.

Memang soft negotiation hingga saat ini masih dilakukan, namun tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada tindakan tegas dari pemerintah untuk memberangus aksi para teroris ini.

Cerita pembajakan seperti ini bukan hal baru untuk Indonesia. Pada tahun 2011 lalu, Indonesia juga dikejutkan dengan kabar perompakan terhadap kapal MV Sinar Kudus dengan 20 awak dari Indonesia. Mereka ditawan bajak laut Somalia sejak 16 Maret 2011 selama 46 hari.

Kala itu para perompak meminta uang tebusan 3,5 juta dollar AS. Pada akhirnya, Indonesia memutuskan untuk kemudian memenuhi permintaan para perompak ini. Namun setelah uang diberikan, pasukan TNI kemudian mengejar rombongan perompak yang turun dari kapal.

Selain Johanes dan Franky, Kompasianer Satria Zulfikar Rasyid juga mengatakan hal serupa. Ia menegaskan bahwa terbentuknya satu negara tidak lepas dari kontrak sosial antara pemerintah dan warga negara.

Jika pemerintah kemudian tidak membayar tebusan untuk WNI yang disandera, maka pemerintah tidak dianggap responsif terhadap keselamatan warga negaranya sendir dan hal ini akan menjadi polemik berkelanjutan serta memicu reaksi masyarakat.

"Keselamatan warga negara adalah tanggung jawab pemerintah yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga keselamatan WNI adalah harga mutlak yang tidak dapat diukur dari uang," tulis Satria.

Dalam pembukaan UUD 1945 memang tertulis secara jelas bahwa pemerintah negara Indonesia harus melindungi warganya dengan alasan apapun. Tertulis jelas pada alinea ke empat, "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...".

Kendati demikian, tidak semua orang mendukung agar Indonesia membayar tebusan secara penuh untuk membebaskan 10 WNI yang disandera. Ada beberapa pihak mengatakan bahwa operasi militer adalah pilihan tepat untuk sekaligus memberantas pergerakan teroris.

Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah bicara soal uang untuk membebaskan para sandera. Dikutip dari Kompas.com, Jusuf Kalla menuturkan pemerintah terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina terkait pembebasan 10 Warga Negara Indonesia. Pemerintah akan mengusahakan pembebasan ini dengan cara negosiasi.

"Pemerintah tidak pernah berbicara tentang bayar membayar. Tidak sama sekali. Tidak. Ya kami mengusahakan kemanusiaan. Negosiasi kemanusian. Tidak ada kami pemerintah tidak akan bicara itu (soal uang tebusan)," kata Wapres.

Kompasianer juga memiliki pendapat serupa. Ihsanush Shabri contohnya. Ia mengatakan bahwa ketika pemerintah menyetujui pembayaran tebusan terhadap apa yang diminta oleh kelompok militan ini, maka harga diri bangsa patut dipertanyakan. Menurutnya jalan terbaik yang harus dilakukan dalah dengan memerangi para teroris ini.

"Menurut saya hal yang bagus dilakukan adalah perangi mereka, ketika satu orang memberikan apa yang mereka minta, mereka akan beranggapan bahwa kedudukan mereka sangat tinggi sehingga apa yang mereka pinta disetujui dan saya yakin mereka akan melakukan aksi berikutnya dengan menyandera kapal kapal lain yang melintas, perang habis mereka sampai ketitik terkecil tanpa sisa," tulisa Ihsanush.

Berbicara soal harga diri dan kedaulatan bangsa, Martin Tamaro Siburian  juga berpendapat serupa. Ia menegaskan ketidaksetujuannya jika pemerintah menuruti apa yang diminta kelompo teroris Abu Sayyaf. Ia memiliki pandangan serupa dengan Ihsanush bahwa harga diri Indonesia akan direndahkan jika terus-terusan menuruti permintaan teroris.

"Tidak setuju. itu sama aja dengan merendahkan harga diri Indonesia," tulis Martin.

Olivia Armasi juga mengatakan hal serupa, ia menilai memerangi terorisme sangat berkaitan dengan kedaulatan dan kewibawaan bangsa. Dan Indonesia tidak boleh kalah hanya dengan ancaman-ancaman para teroris.

"Tidak Setuju. Kedaulatan dan Kewibawaan Bangsa adalah utama. Jika dengan segerombolan teroris negara kalah, bagaimana indonesia dimata negara lain? Kalaupun solusi harus dengan tebusan, mestinya perusahaan yg melakukan bukan atas nama Negara," tulisanya pada kolom Kontra.

Operasi militer memang menjadi salah satu opsi yang diperhitungkan. Bahkan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa TNI siap memberikan bantuan apabila ada permintaan dari Filipina untuk menangani penyanderaan oleh Abu Sayyaf.

"Lokasinya ada di negara Filipina sehingga kami hanya memantau. Apa pun yang diperlukan oleh Filipina, kami siap mengirimkan bantuan. Saya sudah sampaikan ke panglima tentara Filipina. Siapnya bagaimana, itu adalah urusan saya," ungkapnya.

Dia juga menegaskan, saat ini prioritas TNI adalah menyelamatkan 10 WNI yang disandera. Semua satuan TNI sudah disiagakan dan terus melakukan koordinasi dengan tentara Filipina.

Kompasianer Abanggeutanyo juga menyatakan ketidak setujuannya jika Indonesia membayar uang tebusan yang diminta kelompok teroris ini. Menurutnya, ada dua faktor yang melatar belakangi sikapnya ini.

"Kelompok Abu Sayyaf (ASG) itu murni kelompok teroris. Pembajakan kapal itu bukan sekali ini saja terjadi. Jika dipenuhi kuatir terulang hal yang sama kembali," tulisnya.

Kemudian faktor kedua, menurut Abanggeutanyo Kemungkinan lain bukan ASG yang melakukan pembajakan itu melain geng kriminal internasional sebagai upaya balas dendam atas tertangkapnya sejumlah nelayan asing di perairan Indonesia dan kapal mereka diledakkan. Geng ini kemudian mengatasnamakan ASG.

Hingga saat ini proses negosiasi masih dilakukan pemerintah Indonesia bersama Filipina untuk membebaskan kesepuluh sandera ini. Apapun tindakan yang diambil pemerintah tentu telah berdasarkan perhitungan matang. Karena negara sudah memiliki kewajiban tertulis untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Seperti tertulis dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. (YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun