Menurutnya, kemajuan teknologi seperti ini tidak bisa dimatikan dengan tuntutan pemblokiran. Namun pemerintah harus mengambil langkah bijak dalam menentukan keputusan.
Sebagai solusi, Herman tentu saja mengatakan agar ada win-win solution atas permasalah ini. Ada beberapa solusi yang ia usulkan agar polemik ini tidak berbuntut panjang.
Pertama, pengusaha taksi konvensional harus memiliki aplikasi yang serupa dengan Grab atau Uber. Jika tidak sanggup, maka lakukan kerjasama seperti yang sudah dilakukan di Jakarta Timur antara Grab dengan Express.
Kedua, membuat wadah semacam Uji Kir untuk taksi daring, biarkan mereka beroperasi dengan plat hitam namun harus mengikuti syarat layaknya taksi konvensional.
Ketiga, lakukan evaluasi terhadap pembatasan jumlah armada taksi konvensional yang sudah tidak terhitung. Selama ini terlihat ada monoppoli dagang oleh satu perusahaan tertentu.
3. Solusi Transisi Taksi Konvensional dan Online
Di tengah perdebatan aspek legalitas dan kenyamanan transportasi daring, sejumlah pengamat mencoba memperhitungkan dampak ekonomi dari angkutan umum daring ini. Dalam sebuah paper tercatat pendapat bahwa layanan seperti Uber atau Grab mampu menurunkan biaya pencarian (search cost) baik untuk penumpang maupun pengemudi. Namun karena inilah muncul sebuah persaingan pasar diklaim tidak adil.
Menurut Kompasianer Adrian Ma'ruf, pasar mulai bergejolak dan pemerintah harus menciptakan lingkungan persaingan pasar yang kondusif. Selain aspek legalitas dan layanan, pemerintah harus merancang kebijakan ekonomi guna mengatasi sejumlah masalah yang berpotensi muncul di kemudian hari. Selain itu ada beberapa poin yang bisa diperhatikan dan dilakukan pemerintah untuk polemik ini.
Pertama, pemerintah harus menciptakan lingkungan persaingan yang adil. Poin utama yang menjadi sasaran protes bulan lalu adalah perusahaan daring tidak terbebani sejumlah aturan. Maka hal ini harus disamaratakan.
Kedua, pemerintah harus juga memikirkan sistem jaminan sosial untuk para sopir layanan angkutan daring. Bagaimanapun bentuknya, sopir tersebut bekerja dan berpenghasilan dari layanan daring dan mungkin beberapa dari mereka membayar pajak. Ini juga harus diperhatikan agar ada satu keadilan.
Ketiga, asuransi bagi pengemudi dan penumpan. Di sejumlah negara, Uber dipaksa untuk mengasuransikan pengemudi dan penumpang selama perjalanan. Karena keduanya tetap memiliki risiko yang sama dalam perjalanan.
Keempat, tentu saja membuat aturan baru tentang layanan angkutan umum daring ini. Terutama di sektor pajak yang harus dibayarkan.