“Jika mata pendapatan dari retribusi miras dan ijin tempat berjualan miras tidak dicantumkan, lantas dimana pos pendapatan ini diletakkan? Dalam upaya keterbukaan informasi oleh pemda DKI, tentu pihak Pemda mencantumkan “apa adanya”. Keinginan Pak Dirjen untuk tidak mencantumkan mata pendapatan dari retribusi miras dan perijinannya layak diapresiasi, mungkin dengan berbagai pertimbangan Rencana pendapatan tersebut bisa di masukan ke pendapatan lain, lebih aman dan tidak menimbulkan pergesekan dengan pihak-pihak tertentu.”
6. Realitas Hukum Miras di Indonesia
Okky Husain secara gamblang memaparkan realitas sosial-hukum minuman keras di masyarakat. Dari data yang ia dapat,di salah satu daerah yang ada di Jawa Timur, data kejahatan akibat minuman keras yang diproses selama tahun 2012 saja sebanyak 226 kasus. Hal tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 178 kasus.
“Peraturan Menteri Perdagangan itu disebutkan minimal umur yang boleh beli miras itu minimal 21 tahun, tapi praktiknya penjual (apalagi penjual ilegal dan oplosan) kurang memperhatikan aspek usia ini. Di kita, kesadaran anti miras itu memang belum segencar penanganan terhadap narkotika. Karena ini tentang industri dan perdagangan, makanya susah. Sama kayak rokok, di iklannya udah dibilangin merokok itu membunuh, tapi iklannya makin hari makin keren.”
7. Penjualan Miras Dibatasi, Rokok Kapan Pak Menteri?
Ya, bagaimana dengan rokok. Bukan hanya di Mini Market, di warung-warung kelontong yang membeli rokok benar-benar bebas. Siapa pun, asal punya uang. Ricki Cahyana, dalam artikelnya, menjelaskan bahwa yang merusak generasi bangsa bukan hanya miras, tapi rokok!
“Menurut data dunia, di Indonesia saja kematian yang disebabkan oleh rokok menembus lebih dari 200.000 jiwa per tahunnya. Jumlah yang fantastis yang tidak aneh dengan hubungan korelasinya sebagai negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia. Hal inilah yang menjadi urgensi perlunya pembatasan penjualan rokok.”
Biar bagaimanapun, Peraturan Pemerintah sudah dilayangkan, dan setidaknya kini kita tak akan melihat lagi anak-anak atau remaja kita meminum minuman keras yang didapat dengan mudah dari mini market. Atau, kalaupun itu terjadi pada orang-orang luar negeri yang sedang berlibur di Indonesia, paling kita akan melihat mereka meminum bir seperti orang kita meminum air zam-zam yang didapat dari tetangga kita yang pulang Umroh…, sedikit-sedikit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H