Entah ketika sedang jaga ronda, ngobrol santai di warung-warung kopi, atau dalam film-film komedi, kita cukup sering mendengar guyon, “Orang luar negeri mah kalau minum bir kayak minum air putih.” Lucunya, ketika orang-orang luar negeri itu datang ke Indonesia, bahkan meniatkan diri untuk menetap, jarang sekali kita lihat mereka minum-minum bir atau minuman keras sejenis sesering dari apa yang kita bayangkan sebelumnya. Penyebabnya, karena peredaran minuman keras di Indonesia sudah diatur. Jadi orang luar negeri pun tidak bisa semena-mena meminum bir di sembarang tempat.
Apalagi, per tanggal 16 April 2015, Kementerian Perdagangan melalui Menteri Rahmad Gobel mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Penjualan Minuman Keras di Mini Market. Memang menuai pro dan kontra. Semakin membatasi penjualan minuman beralkohol atau outlet-outlet yang akan meminta perizinan menjual minuman beralkohol, sama saja memangkas pendapatan Pemerintah dari Industri ini. Oleh sebab itu, banyak Kompasianer yang terpancing untuk menulis lalu memberi tanggapan terkait keputusan Menteri Perdagangan tersebut:
1. Kabar Sejuk dari Pemerintahan Jokowi
Melalui kebijakan Menteri Perdagangan itu, Rahmad Agus Koto menanggapinya dengan penuh sukacita. Dalam artikel yang berjudul “Kabar Sejuk dari Pemerintahan Jokowi”, ia menjelaskan bahwa menyelamatkan generasi muda dari minuman keras itu jauh lebih penting ketimbang menyelamatkan pendapatan Negara –yang totalnya bisa mencapai enam triliun– dari penjualan minuman keras itu sendiri.
“… karena jika dikaji-kaji biaya yang dikeluarkan atau potensi pemasukan yang hilang bagi negara akibat dampak buruk miras (termasuk rehabilitasi) bisa jauh lebih besar dari enam trilliun.”
2. KPAI Dukung Pemerintah Terkait Pelarangan Miras
Bahkan, KPAI, sebuah komite yang fokus pada perlindungan anak-anak juga mendukung Peraturan Menteri Perdagangan No. 6/M-DAG/PER/1/2015 terkait Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Menurut KPAI, sudah jelas menimbulkan korban jiwa dan anak-anak adalah generasi yang harus diselamatkan.
“Penjualan miras di mini market sudah meresahkan masyarakat. Kalau miras dijual bebas seperti itu, korban yang paling rentan adalah anak-anak, kata Advianti, selaku Wakil Ketua KPAI.”
3. Memahami Posisi Pemerintah dalam Larangan Penjualan Bir
“Minuman beralkohol, sama dengan narkoba, adalah komoditas yang ‘diharamkan’. Namun sekeras apapun pemberantasannya masih tetap saja banyak orang yang mengonsumsinya. Sifat haram komoditas-komoditas inilah yang kemudian dipertegas sebuah pemerintahan untuk memperkuat legitimasinya.Kebijakan pelarangan minuman keras dan narkoba pastilah akan sangat populer di Indonesia di mana jumlah ‘kaum pengharaman’ (orang-orang yang menganggap pelarangan sebuah komoditas sebagai satu-satunya cara mengatasi persoalan) ditaksir cukup besar.”
4. Politisi PPP, Melegalkan Miras Ahok Lakukan Kesalahan Fatal?
Jauh sebelum keriuhan oleh Bapak Rahmad Gobel dan Peraturan Pemerintahnya itu, terlebih dulu sudah ada penyataan dari politisi PPP, OKky Asokawati yang menilai Ahok sudah melakukan kesalahan fatal karena keberpihakannya pada penjualan minuman keras –di Jakarta, khususnya. Dan, Imam Kodri, mencoba meluruskan penyataan politisi tersebut. Imam Kodri menuliskan bahwa Ahok tidaklah demikian. Ia tegas terhadap pengawasannya, maka mengancam akan memecat Kepala RT dan RW jika lalai mengawasi pergerakan miras oplosan di wilayahnya.
“Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengakui pihaknya tak melarang beredarnya minuman beralkohol. AHok tidak melarang karena peredaran miras telah ada payung hukumnya yaitu Negara telah mengatur ihwal peredaran Miras, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
5. Pemda DKI, Targetkan Pendapatan 1,3 Triliun dari Miras
“Jika mata pendapatan dari retribusi miras dan ijin tempat berjualan miras tidak dicantumkan, lantas dimana pos pendapatan ini diletakkan? Dalam upaya keterbukaan informasi oleh pemda DKI, tentu pihak Pemda mencantumkan “apa adanya”. Keinginan Pak Dirjen untuk tidak mencantumkan mata pendapatan dari retribusi miras dan perijinannya layak diapresiasi, mungkin dengan berbagai pertimbangan Rencana pendapatan tersebut bisa di masukan ke pendapatan lain, lebih aman dan tidak menimbulkan pergesekan dengan pihak-pihak tertentu.”
6. Realitas Hukum Miras di Indonesia
Okky Husain secara gamblang memaparkan realitas sosial-hukum minuman keras di masyarakat. Dari data yang ia dapat,di salah satu daerah yang ada di Jawa Timur, data kejahatan akibat minuman keras yang diproses selama tahun 2012 saja sebanyak 226 kasus. Hal tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 178 kasus.
“Peraturan Menteri Perdagangan itu disebutkan minimal umur yang boleh beli miras itu minimal 21 tahun, tapi praktiknya penjual (apalagi penjual ilegal dan oplosan) kurang memperhatikan aspek usia ini. Di kita, kesadaran anti miras itu memang belum segencar penanganan terhadap narkotika. Karena ini tentang industri dan perdagangan, makanya susah. Sama kayak rokok, di iklannya udah dibilangin merokok itu membunuh, tapi iklannya makin hari makin keren.”
7. Penjualan Miras Dibatasi, Rokok Kapan Pak Menteri?
Ya, bagaimana dengan rokok. Bukan hanya di Mini Market, di warung-warung kelontong yang membeli rokok benar-benar bebas. Siapa pun, asal punya uang. Ricki Cahyana, dalam artikelnya, menjelaskan bahwa yang merusak generasi bangsa bukan hanya miras, tapi rokok!
“Menurut data dunia, di Indonesia saja kematian yang disebabkan oleh rokok menembus lebih dari 200.000 jiwa per tahunnya. Jumlah yang fantastis yang tidak aneh dengan hubungan korelasinya sebagai negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia. Hal inilah yang menjadi urgensi perlunya pembatasan penjualan rokok.”
Biar bagaimanapun, Peraturan Pemerintah sudah dilayangkan, dan setidaknya kini kita tak akan melihat lagi anak-anak atau remaja kita meminum minuman keras yang didapat dengan mudah dari mini market. Atau, kalaupun itu terjadi pada orang-orang luar negeri yang sedang berlibur di Indonesia, paling kita akan melihat mereka meminum bir seperti orang kita meminum air zam-zam yang didapat dari tetangga kita yang pulang Umroh…, sedikit-sedikit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H