Asril Hadi dari Kelompok Tangan Kotor yang merupakan kelompok pendaki di Lombok Timur, ikut bersama rombongan pendaki Makassar ketika peristiwa itu terjadi.
Baca juga: Tangis Pendaki Rinjani Iringi Pemulangan Jenazah Ainul ke Makassar
Asril mengatakan, ketika itu semua orang berlarian untuk menyelamatkan diri. Dia memilih berlari ke arah kiri, karena jika ke kanan dari Plawangan ada jurang.
“Dalam kondisi lari pun kita semua sudah tertutup debu. Jadi kita semua sudah pasrah. Beberapa menit kemudian debu yang menutupi kita tiba-tiba hilang. Jadi kita bisa saling lihat. Habis itu saya cari kawan-kawan. Hanya almarhum saja yang tergeletak. Ternyata dia sudah (mengalami) pendarahan di kepala. Kita kasih bantuan P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) kita kasih minum. Tapi almarhum sudah hilang kesadaran,” tutur Asril.
Debu dari longsoran berwarna cokelat pekat menutup Rinjani, menutup jarak pandang, dan mata mereka terasa perih saat bernafas terasa sesak.
“Rumput pun tak terlihat oleh debu, kawan-kawan tak terlihat, hanya mendengar suara kawan kawan yang memanggil. Saya mendengar kawan bernama Fauzan pendaki dari Makassar yang saya dengar memanggil. Saya cari, saya tenangin dia. Cuma dia yang bersama saya ketika debu mulai menghilang,” kata Asril.
Asril mengaku sempat jatuh saat terjadi gempa di jembatan menuju danau dari Pelawangan. Dia menggambarkan, saat kejadian longsoran yang jatuh adalah tanah dan bebatuan yang besarnya dua kali lipat ukuran kepala orang dewasa.
Cari pertolongan
Asril berinisiatif mencari pertolongan. Dia mencari sinyal telepon seluler. Ketika sampai di Pelawangan, ia meminta bantuan agar menyelamatkan Ainul dari jalur menuju danau.
Asril menemukan porter dan guide, namun mereka tidak berani menolong dan menyarankan dia meminta bantuan ke petugas TNGR di kantor.
Dia terus berusaha mencari bantuan. Di pos 2, Asril menemukan petugas dan membuat laporan lengkap atas kejadian yang menimpa pendaki Makassa yang juga kawannya itu.