Sejarah dan mitos gerhana
Sementara itu, Sejarawan Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono mengatakan, istilah gerhana berasal dari bahasa Jawa. Hal itu tertuang dalam Prasati Chandra Agrahana pada tahun 1843 Masehi.
 Prasasti itu memberikan pengetahuan tentang adanya gerhana bulan yang merupakan fenomena luar biasa.
Dwi menjelaskan, mitologi yang berkembang di tengah masyarakat Jawa kuno menyebutkan bahwa gerhana bulan terjadi karena ditelan oleh makhluk raksasa, yaitu Betara Kala atau Kala Rahu.
 "Masyarakat Jawa yang memiliki keyakinan dengan adanya raksasa, hilangnya matahari atau bulan dimitologikan ditelan oleh raksasa," katanya.
 Untuk mengusir raksasa tersebut, masyarakat Jawa mengejarnya dengan membuat keributan melalui bunyi-bunyian. Setiap peralatan yang menimbulkan bunyi dibawa sembari ditabuh.
 Ketika itu, masyarakat Jawa berkeyakinan bahwa raksasa yang menelan bulan itu akan takut dengan suara tetabuhan tersebut.
 "Bunyi-bunyian itu dimaksudkan sebagai gambaran masyarakat berusaha menyelamatkan bulan supaya tidak ditelan seluruhnya oleh Kala Rahu," ujar Dwi.
 "Sehingga masyarakat beramai-ramai untuk mengejar Kala Rahu bersama-sama sembari membunyikan alat yang bertalu-talu, untuk menggambarkan suasan hiruk pikuk dunia yang mengejar Rahu supaya memuntahkan bulan atau matahari dan supaya dunia tidak dalam keadaan gelap," jelasnya.
Dwi menambahkan, setiap alat yang menimbulkan bunyi bisa ditabuh, termasuk lesung dan alat-alat lainnya.
 "Jadi sebenarnya alat yang digunakan untuk sumber bebunyian itu tidak harus alat-alat dapur. Peralatan apa pun yang bisa menjadi sumber bunyi. Waktu itu, alat yang mudah didapat adalah alat-alat dapur," ucapnya.