Isu presidential threshold merupakan isu yang paling menimbulkan perdebatan di antara lima isu krusial lainnya.
Hingga diputuskan, isu ini masih menuai pro kontra tak hanya dari luar parlemen, tetapi juga di internal parlemen.
Presidential threshold yang akhirnya diputuskan adalah 20-25 persen, yakni 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Ketentuan ini sudah diberlakukan pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu.
Akan tetapi, pada dua pemilu sebelumnya, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak digelar secara serentak.
Baca:Â Diwarnai Aksi "Walk Out", DPR Sahkan UU Pemilu
Pemilu legislatif yang dilaksanakan lebih awal, dan hasilnya dijadikan "modal" dalam mengusung calon presiden pada pemilihan presiden.
Sementara pada Pemilu 2019 mendatang, Pileg dan Pilpres akan dilaksanakan serentak pada hari dan jam yang sama.
Sebagai gambaran, pada Pilpres 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla diusung oleh PDI-P (18,95 persen suara), PKB (9,04 persen suara), Nasdem (6,72 persen suara), Hanura (5,26 persen suara), dan PKPI (0,91 persen).
Jika digabungkan, suara lima partai tersebut melebihi 25 persen.
Gabungan atau koalisi partai-partai itu dapat mengajukan calon dan calon wakil presiden.
Sementara, jika dihitung berdasarkan perolehan kursi parlemen, kursi gabungan empat partai (minus PKPI yang tak lolos ke DPR) berjumlah 208 kursi.
Jumlah tersebut cukup untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres karena mininum kursi yang harus dikantongi untuk mencalonkan adalah 112 kursi.