Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seni Tokoh dan Tokoh Seni, Antara Castro, Obama, Putin, dan Soekarno

29 Maret 2017   11:00 Diperbarui: 29 Maret 2017   19:00 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung melihat lukisan koleksi Istana Negara dalam pameran bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan: Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (2/8/2016). Pameran menampilkan 28 karya dari 20 maestro lukis Indonesia seperti Raden Saleh, Affandi, Basoeki Abdullah hingga Presiden Soekarno, berlangsung untuk umum dari 2-30 Agustus.

Koleksi Soekarno pribadi, yang dihibahkan pada negara, lebih dari separuh di antara 3.000-an karya seni yang dikelola negara di enam Istana Presiden, yakni Istana Merdeka, Istana Negara (Jakarta), Istana Cipanas, Istana Bogor, Istana Yogyakarta, serta Istana Tampak Siring (Bali).

Pengunjung melihat lukisan koleksi Istana Negara dalam pameran bertajuk 17/71: Goresan Juang Kemerdekaan: Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (2/8/2016). Pameran menampilkan 28 karya dari 20 maestro lukis Indonesia seperti Raden Saleh, Affandi, Basoeki Abdullah hingga Presiden Soekarno, berlangsung untuk umum dari 2-30 Agustus.Bercermin pada figurnya dan warisan-warisannya, tokoh seni sekaligus patron seni sekaliber Soekarno-lah yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia.  

Sementara, terutama para pemimpin dan tokoh-tokoh kita saat ini bersibuk “meraba-raba dalam gelap”, mengindentifikasi apa yang sesungguhnya yang diperlukan Indonesia dalam suasana muram menghadapi adanya ancaman terhadap kebinekaan kultural kita.

Alih-alih mengimplementasikan strategi kebudayaan dengan program-program yang kuat, nyatanya lebih banyak mereka menggunakan para “selebritas seni” demi kepentingan-kepentingan pragmatisme politik jangka pendek.

Layak kita menoleh, mereguk rasa kehausan spiritual akan makna menjadi manusia dan imaji keindonesiaan dengan sebuah komitmen bersama, sebagai sebuang bangsa, seperti apa yang pernah diujarkan Chairil Anwar dengan sajak Persetujuan dengan Bung Karno pada 1948:

“Bung Karno!

Kau dan Aku Satu Zat Satu Urat

Di Zatmu di Zatku Kapal-Kapal Kita Berlayar

Di Uratmu di Uratku Kapal-Kapal Kita Bertolak dan Berlabuh”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun