Saomin sesadar-sadarnya, dengan ekspresi personalnya, tanpa didukung oleh rezim Xi Jinping, pimpinan tertinggi partai Komunis Cina, atau Raul Castro yang menjadi pengganti Fidel Castro, membuat patung-patung mereka di pameran industri seni.
Sementara, Obey yang tergerak dengan seni sebagai propaganda publik, dengan inisiatifnya sendiri “melawan” pemerintahan George W Bush lewat poster-poster “Hope” tersebut sejak Oktober 2008 yang melambungkan nama Obama.
Dua seniman ini, pada masa yang berdekatan, dengan strategi dan visinya sendiri bertutur, dituntun nuraninya, tanpa harus menunggu “Biro Humas Kepresidenan” atau konsultan kampanye calon Presiden yang mendukungnya.
Tokoh sekaligus patron seni
Obama adalah Presiden yang gemar bermanuver politik dengan seni rupa. Mungkin, ia terinspirasi dari poster wajahnya kala menjadi kandidat presiden.
Ia, seperti dikatakan salah seorang kritikus dunia, bisa jadi seorang “kurator seni yang terampil”. Karena Presiden AS keturunan Afro-Amerika ini dengan lihai dan berulang kali secara halus berdiplomasi lewat lukisan.
Salah satunya dalam lawatannya ke Kuba Februari 2016 lalu. Obama, waktu itu menyeleksi backdrop lukisan yang tepat dalam jumpa pers-nya dengan para aktivis politik di kedutaan AS di Havana.
Obama pun mengundang pelukis pembangkang Michel Mirabal dengan karyanya “My New Friend” yang mengabstrasikan warna-warna bendera AS plus Kuba sekaligus di jumpa pers.
Obama menghormati Castro, dengan warna bendera Kuba yang tertera di kanvas Mirabal dan warna bendera AS samar-samar. Sebuah tindakan yang cerdik, mengapresiasi para pembangkang politik yang melawan pimpinan otoriter negara Kuba tersebut tanpa membuat malu tuan rumah.
Bagaimana dengan Vladimir Putin? Pemimpin Rusia yang memegang sabuk hitam beladiri Judo, yang sampai sekarang oleh netizen dan media sejagat disebut the most Russian macho-man ini tak mau kalah.
Sejak 2009, ia harus menandingi ketenaran Obama. Putin membuktikan bahwa jiwanya punya sensitivitas seni, tidak melulu maniak olah raga beladiri.