Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Drama (William) Shakespeare di Leicester City

20 Maret 2017   07:30 Diperbarui: 20 Maret 2017   08:39 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paling mencolok dari sikap "aneh" Ranieri adalah ketika memecat Ken Way, psikolog olahraga tim, pada awal musim 2016-2017. Dia dianggap tidak dibutuhkan lagi oleh Ranieri.

Padahal, Way punya peran penting dalam keberhasilan Leicester menjadi juara Premier League. Statusnya sebagai performance psychologist tak hanya membantu dari sisi teknis, pun sebagai penjaga motivasi bertanding Jamie Vardy dkk.

"Ada dua psikolog di klub ini, saya dan Claudio. Ucapan dia kepada tim sama seperti yang diceritakannya kepada media," tutur Way kepada BBC, Mei 2016.

"Intinya, dia meminta kami fokus pada proses, bukan pada hasil akhir. Kata-kata yang dia gunakan telah membuat saya terkagum-kagum," ucapnya lagi.

Akan tetapi, kekaguman sang asisten tak mendapat respons positif dari Ranieri. Dia tampaknya tak mau perannya sebagai motivator tim tersubstitusi oleh kehadiran Kay.

Ranieri lantas mengeliminiasi Way, seperti halnya Macbeth membunuh Banquo dalam kisah Macbeth karya Shakespeare.

Tanpa Way, para pemain Leicester seolah hilang kendali. Kartu merah kepada Jamie Vardy atau protes keras saat wasit menghadiahkan penalti pada laga kontra Stoke City, Desember lalu, bisa jadi merupakan efek dari kehilangan Way. 

"To be thus is nothing. But to be safely thus. Our fears in Banquo. Stick deep; and in his royalty of nature. Reigns that which would be feared." - Macbeth 

Hal paling nyata dari perubahan Ranieri adalah putusannya dalam merotasi pemain. Padahal, saat menjadi juara, Leicester menjadi tim yang konsisten karena tak pernah melakukan banyak perubahan.

Situasi berbeda terjadi pada musim 2016-2017. Ranieri seolah kembali ke sifat aslinya. Label The Tinkerman sebagai orang yang suka bergonta-ganti taktik, seperti tertulis di kamus populer Inggris, muncul lagi saat Leicester berupaya mempertahankan gelar.

Formasi 4-4-2—yang bisa bertransformasi menjadi 4-4-1-1—menjadi andalan Ranieri saat Leicester menjadi juara Premier League.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun